![Rugi LINK Membengkak, Saham Kembali ke Zona Merah](/_next/image?url=https%3A%2F%2Fimage.fortuneidn.com%2Fpost%2F20250203%2F1000093048-0ecf786323aef19bec5191f7f7f1cd78-eeef5a0184daa9eaaaa14823ee42fa72.png%3Fwidth%3D990%26height%3D660%26format%3Davif&w=2048&q=75)
Jakarta, FORTUNE - Saham PT Link Net Tbk (LINK) tertekan 4,55 persen ke harga Rp2.100 pada Selasa (11/2), sehari setelah pengumuman kinerja tahunan perseroan.
Dikutip dari IDX Mobile, saham LINK ditransaksikan sebanyak 65.100 kali, dengan nilai transaksi Rp138 juta, dan frekuensi transaksi 31 kali. Dalam seminggu terakhir, harganya sudah terkoreksi 8,70 persen.
Koreksi harga LINK itu berkaitan dengan kerugian perseroan yang membengkak sepanjang 2024. Dilansir dari laporan keuangan tahunan terbaru, LINK melaporkan kerugian bersih senilai Rp1,18 triliun pada 2024, melonjak 122,40 persen (YoY) dari Rp532,98 miliar. Rugi per saham LINK pun meningkat 122,16 persen (YoY) dari Rp194 menjadi Rp431.
Kerugian yang membengkak itu sejalan dengan penurunan pendapatan sebesar 1,22 persen (YoY) dari Rp2,55 triliun menjadi Rp2,52 triliun pada 2024.
Bersamaan dengan itu, ekuitas dan aset perseroan meningkat masing-masing menjadi Rp5 triliun dan Rp13,9 triliun. Liabilitas LINK pun naik menjadi Rp8,9 triliun.
Rencana bisnis LINK di 2025
Dalam keterangan resmi, Presiden Direktur Link Net, Kanishka Gayan Wickrama menjelaskan perseroan akan berfokus untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperluas cakupan layanan, dan mengakselerasi transformasi digital bagi pelanggannya.
"Dengan strategi yang dijalankan, kami optimistis dapat menciptakan nilai lebih bagi pelanggan, mitra, dan pemegang saham, serta memperkuat posisi Link Net dalam industri," katanya.
Untuk ekspansi, Link Net menargetkan memiliki 3 juta home passed pada tahun ini. Itu akan berasal dari XL dan komitmen dari penyedia layanan internet lain di pasar yang ingin menggelar jaringan fiber.
Ke depan, fokus utama LINK adalah model bisnis wholesale pada infrastruktur fiber. Melalui model itu, perseroan membuka jaringan untuk setiap operator yang ingin memanfaatkan infrastrukturnya. Pada 2025, perseroan membuka peluang bagi operator yang ingin bermitra di bidang tersebut.
"Ke depan, kami tak akan beroperasi sebagai operator fixed broadband untuk pasar ritel," kaa manajemen LINK dalam paparan publik insidentil pada awal Februari. "Jadi, dengan itu, kami akan dapat meningkatkan penggunaan jaringan kami lebih dari 20 persen di masa depan."