Pelaporan PPS Capai Rp10 T, Sri Mulyani Minta Tax Amnesty Dimanfaatkan
Mayoritas harta yang diungkap berasal dari dalam negeri
Jakarta, FORTUNE – Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak wajib pajak (WP) segera memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid II. Hingga Selasa (8/2) Pajak Penghasilan (PPh) yang terkumpul mencapai Rp1,13 triliun dari 11.115 Wajib Pajak (WP) terlapor.
Sementara, nilai harta bersih yang tercatat mencapai Rp10,54 triliun. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), dari total harta yang diungkapkan wajib pajak, Rp9 triliun berasal dari deklarasi dalam negeri dan repatriasi. Sementara Rp668 miliar dari investasi dan Rp812 miliar deklarasi luar negeri.
Sri Mulyani Indrawati mengajak para WP–perorangan maupun korporasi–untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi secara sukarela. Aturan ini sebagaimana yang tertuang di Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, sejak 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.
"Kebijakan ini adalah kebijakan yang disebut lagi-lagi kesempatan untuk mengungkap secara sukarela agar kepatuhan menjadi makin tertib, makin baik,” ujarnya seperti dikutip dari laman Setkab, Senin (7/2).
Menkeu mengatakan bahwa kerja sama internasional di bidang perpajakan semakin erat sejak tahun 2016. Kini, warga negara mana pun akan semakin sulit untuk menghindari pajak. Sebagai contoh, dalam forum G20–presidensinya sedang dipegang oleh Indonesia–terdapat kesepakatan Automatic Exchange of Information (AEOI) dan Global Taxation Principle yang cukup efektif dalam menertibkan kewajiban pembayaran pajak.
Dua jenis kebijakan PPS
Sri Mulyani menjelaskan, kebijakan PPS yang dikeluarkan Pemerintah terbagi menjadi dua, yakni PPS kebijakan I dan kebijakan II.
Untuk yang pertama, ditujukan bagi WP yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh sebelum Desember 2015. "Ini adalah kesempatan bagi WP yang belum mengikuti tax amnesty pertama," kata mantan Direktur Eksekutif Bank Dunia itu.
Kebijakan I meliputi pengenaan tarif PPh Final 11 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, dan 6 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.
Selanjutnya, PPS kebijakan II diperuntukkan bagi WP yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh dari 2016 sampai dengan 2020 dalam SPT Tahunan 2020. Ada pun pengenaan tarif PPh Final yaitu 18 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta 12 persen harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/Energi Terbarukan.
Kemudahan layanan bagi WP
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyampaikan bahwa seluruh PPS akan dilaksanakan secara online. Hal ini untuk memudahkan pelayanan kepada para WP dalam mengungkapkan hartanya dan kewajiban pajaknya.
Suryo mengatakan bahwa pihaknya menyediakan helpdesk PPS yang tersedia di seluruh unit vertikal DJP, baik secara online dan offline–nomor WA 081 1561 5008 dan Kring Pajak 1500-008. Selain itu, ada juga live chat di laman resmi DJP, email, serta media sosial Twitter.