PPATK Ungkap 2 Sumber Aliran Pencucian Uang: Korupsi dan Narkotika
Banyak bank yang tidak melaporkan transaksi pencucian uang.
Jakarta, FORTUNE – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan ada dua sumber utama aliran pencucian uang, yakni dari korupsi dan narkotika.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavananda, menyampaikan bahwa korupsi dan narkotika menjadi sumber utama pencucian uang dengan skor 9,0 atau masuk kategori tinggi. “Kalau risiko di Indonesia itu paling banyak adalah korupsi dan narkotika, (tapi) kemudian bukan kasus korupsi dan narkotika yang paling banyak dilaporkan (oleh bank), ada yang salah nggak sih?” ujarnya seperti dikutip Antaranews, Kamis (11/5).
Ivan mempertanyakan adanya ketimpangan antara data dan realisasi laporan yang diberikan oleh perbankan. “Berapa banyak yang namanya Asbanda (Asosiasi Bank Daerah) itu sudah melaporkan kasus korupsi atau transaksi terkait korupsi atau terkait narkotika kepada PPATK? Tidak ada,” katanya.
Peningkatan besar
Ivan mengungkapkan, peningkatan kasus pencucian uang terkait narkotika, terjadi sejak awal ia masuk PPATK dari sebesar Rp28 miliar, namun terus berkembang menjadi Rp1,5 triliun, bahkan sampai Rp180 triliun.
Ia pun mempertanyakan, bagaimana bank bisa memfasilitasi pencucian uang dari korupsi dan narkotika. Bahkan, para pelaku perdagangan narkotika mengirim uang ke luar negeri sebanyak lebih dari dua ribu kali melalui bank, namun bank seakan acuh dan tak melaporkan adanya transaksi mencurigakan. “Terus ngapain lo jadi bank?” katanya.
Pemeriksaan Satgas TPPU berlanjut
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, menyampaikan bahwa Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) telah mengkalsifikasi 300 surat dari PPATK. “Ada yang sekian sudah bisa dianggap selesai. Ada yang harus ditindaklanjuti. Tindak lanjutnya, ada yang ke Bea Cukai, ke Ditjen Pajak, dan ke KPK,” ujarnya seperti dikutip Antaranews, Kamis (12/5).
Menurut Mahfud, Satgas TPPU akan terus bekerja dan mengungkap dugaan pencucian uang di lingkungan Kementerian keuangan yang diperkirakan mencapai Rp349 triliun. Awalnya, dugaan ini muncul setelah melihat data agregat Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK periode 2009-2023 yang teridir atas 300 surat.