AstraPay Harapkan Insentif BI untuk Kebijakan MDR QRIS Baru Nanti
Investasi untuk operasionalisasi ini terbilang tidak murah.
Fortune Recap
- Chief Marketing Officer AstraPay, Reny Futsy Yama, menyambut baik kebijakan ini namun menyoroti pentingnya insentif dari BI untuk menjaga keberlangsungan bisnis.
- MDR QRIS saat ini sebesar 0,3 persen bagi UMKM dan pelaku industri berharap BI memberikan insentif agar tetap menutup biaya operasional.
Jakarta, FORTUNE - PT Astra Digital Arta, platform dompet digital AstraPay, berharap Bank Indonesia (BI) dapat memberikan insentif bagi pelaku industri dalam hal penerapan kebijakan merchant discount rate (MDR) QRIS 0 persen.
Kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Desember 2024, menetapkan biaya MDR 0 persen untuk transaksi hingga Rp500.000 pada merchant usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) – yang saat ini berlaku masih transaksi di bawah Rp100.000.
Chief Marketing Officer (CMO) AstraPay, Reny Futsy Yama, memahami kebijakan ini bertujuan meningkatkan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah dan mendukung UMKM. Namun, ia menyoroti pentingnya insentif dari BI untuk menjaga keberlangsungan bisnis.
"UMKM tentu senang dengan kebijakan ini karena transaksi hingga Rp500.000 tidak dikenakan biaya. Namun, bagi industri, teknologi QRIS membutuhkan investasi besar, dan pelaku bisnis membutuhkan keuntungan agar tetap dapat mendukung kebijakan tersebut," kata Reny di hadapan wartawandi Jakarta, Jumat (15/11).
Saat ini, MDR QRIS sebesar 0,3 persen bagi UMKM, dan transaksi lainnya 0,7 persen berlaku untuk transaksi di atas Rp100.000, sementara transaksi di bawah Rp100.000 bebas biaya sejak pandemi.
Mulai Desember nanti, batas bebas biaya dinaikkan menjadi Rp500.000, sebuah langkah yang dianggap membantu UMKM di tengah tantangan ekonomi.
Namun, pelaku industri berharap BI mengimbangi kebijakan ini dengan insentif yang memungkinkan mereka tetap menutup biaya operasional.
"AstraPay mendukung semua kebijakan pemerintah, tetapi kita juga melobi tetap mendapatkan keuntungan, setidaknya agar dapat meng-cover operasional bisnis kita," kata Reny.
Industri tersebut meliputi lembaga issuer, lembaga acquirer, lembaga switching, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN).
Biaya lebih murah ini bukan tidak mungkin mengurangi sumber pendapatan bagi penyelenggara jasa pembayaran (PJP), baik itu bank maupun lembaga keuangan non-bank.
AstraPay mendukung kebijakan Bank Indonesia
AstraPay optimistis kebijakan ini dapat berjalan dengan baik apabila BI memberikan insentif yang memadai kepada pelaku industri, termasuk bank dan lembaga keuangan non-bank.
"Pasar QRIS sudah sangat besar, hingga 50 juta pengguna. Dengan insentif yang tepat, kami yakin industri ini bisa terus berkembang dan mendukung perekonomian nasional," kata Reny.
QRIS telah menjadi mesin penggerak utama transaksi digital di Indonesia. BI mencatat bahwa pada triwulan III-2024, transaksi QRIS tumbuh pesat hingga 209,61 persen secara tahunan dengan jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan merchant sebanyak 34,23 juta.
Peningkatan ini menunjukkan potensi besar QRIS dalam mendorong inklusi keuangan dan mendukung pertumbuhan UMKM. Namun, dengan investasi sistem pembayaran yang tinggi, BI perlu mempertimbangkan keseimbangan antara mendukung UMKM dan menjaga keberlanjutan ekosistem pembayaran.