ASPI Sebut Wechat Pay dan Union Pay Jajaki QRIS Lintas Negara
Dompet digital asing didorong operasi di bawah skema G-to-G.
Fortune Recap
- ASPI mendorong platform pembayaran online Cina, seperti WeChat Pay, Alipay, dan Union Pay, untuk beroperasi di Indonesia melalui skema G2G.
- BI mengumumkan interkoneksi QRIS lintas negara dengan Thailand, Malaysia, dan Filipina pada 2024 untuk efisiensi transaksi tanpa konversi mata uang.
- Indonesia-Cina telah menandatangani kesepakatan G2G, membatasi transaksi WeChat Pay dan Union Pay di luar kerja sama tersebut.
Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) mendorong platform pembayaran online asal Cina, seperti WeChat Pay, Alipay dan Union Pay, untuk beroperasi di Indonesia melalui skema kerja sama antarnegara atau government-to-government (G2G).
Dengan demikian, mereka harus mengikuti standar nasional QR Code untuk pembayaran (QRIS) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI).
Ketua Umum ASPI, Santoso Liem, menyatakan hal tersebut ditegaskan oleh asosiasinya dan BI ketika dua perusahaan jasa pembayaran Tiongkok, yakni WeChat dan Alipay, melakukan penjajakan dengan perbankan dalam negeri untuk bisa digunakan dalam bertransaksi di Indonesia.
"Mereka sempat mendatangi ASPI, namun kami menyampaikan bahwa skema yang kami dorong adalah skema G2G. Jadi, kalau mereka mau transaksi di Indonesia harus menggunakan skema G2G," ujarnya saat dihubungi Fortune Indonesia, Rabu (19/6).
Setelah mengumumkan dimulainya interkoneksi QRIS lintas negara dengan Thailand pada Agustus 2022, BI juga mengumumkan dimulainya interkoneksi QRIS lintas negara dengan Malaysia dan Thailand tahun lalu.
Interkoneksi tersebut ditopang oleh kerangka kerja sama LCT, sehingga penggunaan QRIS dapat berlangsung lebih efisien tanpa perlu melakukan konversi ke mata uang dolar terlebih dahulu.
Sejalan dengan komitmen lima bank sentral Asia Tenggara (RPC ASEAN-5), implementasi QRIS lintas negara akan diperluas ke Filipina pada 2024. Hingga kini, prosedur teknis implementasi sistem pembayaran tersebut masih dipersiapkan BI di kedua negara tersebut.
Selanjutnya, implementasi QRIS lintas negara juga ditargetkan ke luar negara Asia Tenggara, yakni India, Jepang, Cina, dan Korea Selatan. Kecuali India, bank sentral negara-negara tersebut telah menjalani kerja sama LCT dengan BI.
"Kebetulan G2G antara Indonesia dan Cina sudah sign agreement. Jadi, begitu diimplementasikan tidak bisa lagi baik Wechat maupun Alipay melakukan transaksi di luar G2G itu. Indonesia menggunakan platform QRIS, nanti mereka menggunakan platform standarnya mereka," kata Santoso.
Dengan Cina sendiri, ada dua platform pembayaran online yang telah menjajaki kerja sama pembayaran di bawah payung G2G antara Indonesia dan Cina, yakni Wechat Pay dan Union Pay.
"Kalau Indonesia datang ke Cina, maka QR yang dimiliki Cina, terutama WeChat Pay dan UniounPay. Mereka sebetulnya kalau enggak salah ada lima sistem pembayaran, tapi yang sudah sepakat WeChat Pay dan Union Pay. Alipay di sana ternyata di sana sendiri tidak terlalu besar, masih lebih besar Wechat Pay dan Union Pay dengan pemerintah di sana. Jadi, mereka yang akan mengeksplor kemungkinan QRIS untuk bisa diterima di sana," ujar Santoso.
Edukasi Konsumen Hindari Penipuan
Dalam kesempatan tersebut, Santoso juga menyampaikan pentingnya edukasi kepada konsumen dan merchant pengguna QRIS dalam negeri untuk terus-menerus dilakukan. Salah satunya, terkait dengan keamanan transaksi QRIS untuk mencegah penipuan akibat penyalahgunaan QRIS, terutama untuk jenis QRIS statis yang berbentuk stiker.
Hal ini penting lantaran munculnya kasus penukaran stiker QRIS seperti yang sempat terjadi di sejumlah masjid oleh kriminal. Akibatnya, merchant asli pemilik QRIS tidak menerima pembayaran atas transksi yang dilakukan oleh konsumen, sementara uang telah masuk ke rekening lain dengan QRIS yang berbeda.
"Nah kasus tentang yang seperti di masjid dan lain -lain itu kebanyakan adalah yang sifatnya stiker, statis. Gitu ya. Jadi, kalau yang statis selalu kita mengingatkan adalah pastikan bahwa nama merchant sama," ujarnya.
Meski terus mendorong Perusahaan Jasa Pembayaran (PJP) untuk melakukan edukasi kepada merchant dan konsumen, Santoso juga mengatakan bahwa hal ini juga menjadi tanggung jawab bersama seluruh stakeholder, baik regulator, PJP, merchant, maupun konsumen.
Pasalnya, perkembangan QRIS untuk bertransaksi telah meningkat di dalam negeri baik oleh masyarakat lokal maupun wisatawan mancanegara. Ia juga menyarankan agar merchant lebih banyak menggunakan QRIS dengan mesin EDC untuk menghindari penyalahgunaan QRIS.
"Ada metode-metode yang lebih aman, yaitu statis tetapi munculnya QR ada di dalam EDC. Merchant present mode tapi ada di dalam EDC . Ada lagi adalah customer yang show QR ke EDC," kata Santoso. "Customer juga harus bisa memberikan kepada customer lain pengalamannya untuk hati-hati [terhadap penipuan]."