44% Masyarakat Mengkhawatirkan Transparansi Pengelolaan Dana Tapera
11% kelompok masyarakat tidak memahami Tapera.
Jakarta, FORTUNE - Sebanyak 44 persen responden mengaku khawatir akan transparansi pengelolaan dana dari Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal itu terungkap dalam laporan Populix berjudul “Sentimen Masyarakat terhadap Program Tapera". Laporan ini juga mengungkapkan sikap skeptis para responden terhadap efektivitas dan transparansi Tapera.
“Kami berharap bahwa temuan ini dapat mendorong perubahan positif dalam cara program ini dikelola dan diimplementasikan, sehingga dapat lebih efektif dalam membantu masyarakat mencapai kepemilikan rumah,” kata Vivi Zabkie, Head of Social Research Populix, melalui keterangan resmi di Jakarta, Senin (21/10).
11% kelompok masyarakat tidak memahami Tapera
Laporan itu juga menunjukkan bahwa hampir 90 persen responden telah mengetahui tentang program Tapera melalui berbagai platform media sosial dan media massa. Meskipun pemahaman dasarnya mengenai Tapera cukup luas, mereka masih memiliki kebutuhan meningkatkan edukasi.
Sekitar 75 persen responden menunjukkan pemahaman yang baik mengenai tujuan utama Tapera, tetapi masih ada 11 persen kelompok masyarakat dari kelas ekonomi bawah yang tidak memahami program ini. Kesalahpahaman mengenai tujuan Tapera, seperti anggapan bahwa dana ini ditujukan untuk pendidikan, masih terjadi di tengah-tengah masyarakat.
“Salah satu temuan utama dalam laporan ini mengungkapkan bahwa meskipun masyarakat memahami bahwa Tapera bertujuan untuk memfasilitasi kepemilikan rumah, masih ada kekeliruan yang perlu diklarifikasi, seperti penggunaan dana dan mekanisme penarikan dana,” kata Vivi.
Responden lajang kurang memahami Tapera
Mayoritas masyarakat mengetahui bahwa Tapera adalah program tabungan demi membeli rumah, dengan pemotongan langsung dari gajinya sebagai metode tabungan. Tiga dari empat responden memahami mekanisme ini dengan benar. Namun, terdapat kekeliruan ketika mereka disodorkan pertanyaan mengenai penarikan dana ketika peserta berhenti bekerja, khususnya di kalangan responden lajang.
“Di sisi lain, masyarakat mengharapkan adanya transparansi dalam pengelolaan dana dan kemudahan akses untuk mencairkan tabungan dari program Tapera,” katanya.
Masalah Tapera ini sejak awal telah memancing perdebatan di tengah kalangan pekerja. Meski program tersebut mencerminkan upaya serius pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi melalui akses perumahan yang terjangkau, terbatasnya sosialisasi berujung pada mispersepsi khalayak luas.