Jakarta,FORTUNE - Kasus gagal bayar PT Tani Fund Madani Indonesia (Tani Fund) masih menyita perhatian masyarakat. Per Maret 2023, rasio tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) atau risiko kredit macet dari platform TaniFund tercatat mencapai 63,93 persen.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatakan telah berkomunikasi dengan Tani Fund terkait kasus gagal bayar yang dialami fintech lending tersebut.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menjelaskan, kondisi makro ekonomi dalam dan luar turut menjadi penyebab gagal bayar dari Tanifund. Kondisi pandemi Covid-19 hingga perang antara Rusia dan Ukraina turut memperparah bisnis fintech.
Fokus satu sektor buat Tanifund sulit berkembang
Kuseryansyah mengatakan, masalah lain yang menyebabkan fintech per to peer Tanifund iini sulit berkembang lantaran hanya fokus pada satu sektor pembiayaan yakni pertanian.
Hal ini sangat menantang karena sektor pertanian dan perikanan erat kaitannya dengan entitas impor dan ekspor, seperti halnya degan pakan dan pupuk.
"Sangat challenging untuk survive. Kebetulan TaniFund itu sektornya tunggal, sektor pertanian," kata Kuseryansyah saat ditemui di SCBD Jakarta, Selasa (13/6).
Ia memberikan contoh, Indonesia tercatat masih mengimpor gandum. Sementara, ekspor gandum dipengaruhi perang Rusia dan Ukraina. Di sisi lain, Covid-19 masih berdampak pada terhambatnya logistik. "Mereka (TaniFund) kena impact, kebetulan mereka itu produknya single. Jadi dampaknya lebih dalam," imbuh dia.
Berkaca dari kejadian tersebut, ia mengimbau entitas fintech lending memiliki variasi produk pembiayaan mulai dari sektor produktif hingga konsumtif. Asosiasi dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengimbau kepada fintech untuk bisa menyasar pembiayaan produktif dengan 2-3 lintas segmen produk sebagai penyeimbang.
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK, Triyono Gani sebelumnya mengungkapkan, Tanifund sudah tak sanggup untuk menyelesaikan masalah kredit macet miliknya. Bahkan, fintech tersebut sudah tidak memiliki action plan pembenahan kinerja.
"Kayak TaniFund itu sudah angkat tangan. Jadi, mereka memang sudah tak bisa melakukan action plan apa pun dan tidak mampu," ujar Triyono
OJK catat 24 fintech miliki TWP90 di atas 5%
Sebelumnya, OJK encatat tingkat risiko kredit macet atau TWP90 fintech peer to peer lending naik menjadi 2,82 persen pada April 2023. Kondisi tersebut meningkat bila dibandingkan dengan Maret 2023 yang mencapai 2,81 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Lembaga Penjamin, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menyatakan OJK terus memonitor pegerakan kualitas pendanaan penyelenggara P2P lending. Ia menilai kualitas pendanaan pada P2P lending merupakan angka yang dinamis. Bahkan, terdapat 24 penyelenggara fintech yang memiliki risiko kredit macet di atas 5 persen.
“Per April 2023, terdapat 24 penyelenggara fintech yang memiliki TWP90 lebih dari 5 persen. Angka tersebut meningkat 1 penyelenggara apabila dibandingkan dengan posisi Maret 2023 sebanyak 23 penyelenggara namun lebih rendah apabila dibandingkan dengan bulan Januari 2023 yang mencapai sebanyak 25 penyelenggara,” katanya.
Berdasarkan data statistik OJK, nilai kredit macet fintech hingga April 2023 mencapai Rp1,08 triliun. Kredit macet tersebut didominasi paling besar oleh nasabah fintech berusia 19–34 tahun dengan nilai Rp655 miliar.