Agar Rupiah Tak Anjlok, LPEM UI Sarankan BI Tahan Bunga Acuan 6,25%
Titik terendah rupiah berada di level Rp16.295.
Jakarta, FORTUNE - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI) menyarankan Bank Indonesia (BI) untuk tak gegabah menurunkan Suku Bunga Acuan atau BI-rate seiring dengan tren inflasi yang melandai.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky beranggapan, penurunan BI-rate akan memicu terjadinya aliran modal keluar dan berpotensi melemahkan nilai tukar Rupiah.
"Oleh sebab itu, pemotongan suku bunga acuan oleh BI nampaknya perlu sejalan dengan momentum pemotongan suku bunga the Fed untuk menjaga perbedaan tingkat suku bunga. Sehingga, BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25 persen pada rapat dewan gubernur BI Agustus ini," kata Riefky dalam laporan resmi yang dikutip di Jakarta, Rabu (21/8).
Tren infasi menurun ke level 2,13%
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Juli 2024 inflasi umum nasional melambat menjadi 2,13 persen (yoy), turun dari 2,51 persen (yoy) pada Juni 2024. "Kondisi ini menandai tingkat terendah sejak Februari 2022 namun tetap berada dalam kisaran target BI sebesar 1,50 persen hingga 3,50 persen," katanya.
Meski demikian, ke depannya LPEM UI melihat tekanan inflasi diperkirakan masih akan terjadi yang bersumber dari kenaikan harga beras dan imported inflation yang didorong pelemahan Rupiah yang terus berlanjut pada awal Agustus. BPS sendiri memproyeksikan penurunan produksi beras sebesar 40 hingga 50 persen dari Juni hingga Oktober 2024 dibandingkan dengan periode panen April-Mei 2024, mengantisipasi dampak musim La Niña yang akan datang.
Titik terendah rupiah berada di level Rp16.295
Semetara itu, untuk nilai tukar rupiah dalam 30 hari terakhir sempat mencapai titik terendahnya yaitu Rp16.295/US$ pada akhir bulan lalu.
LPEM UI menilai, hal ini didorong oleh arus modal keluar yang dipicu sentimen wait-and-see oleh investor menjelang rapat FOMC Juli lalu, ekspektasi adanya ptensi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank of Japan, dan meningkatnya tensi politik di AS.
"Beruntungnya, tren ini sudah mulai berbalik dan Indonesia menikmati arus modal masuk akibat meningkatnya ekspektasi bahwa the Fed akan segera memangkas suku bunga acuannya," kata Riefky.
Dengan demikian, kisaran 30 Juli hingga 14 Agustus, arus modal yang masuk ke Indonesia mencapai US$1,15 miliar dan menguatkan Rupiah sebesar 3,8 persen ke level Rp15.675/US$. Arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik juga memicu turunnya imbal hasil surat utang pemerintah. Imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10-tahun turun dari 7,03 persen di 24 Juli ke 6,77 persen di 16 Agustus.