Bukan Konflik Iran-Israel, Bos BCA Ungkap Penyebab Rupiah Anjlok
Banyak dividen mengalir ke luar negeri.
Jakarta, FORTUNE - Nilai Tukar Rupiah tercatat mengalami pelemahan dalam beberapa hari belakangan. Pada hari ini saja, nilai tukar Rupiah dibuka pada level Rp16.246/US$. Rupiah melemah 9,5 poin atau 0,06 persen dari perdagangan sebelumnya. Padahal, pada 2 Januari 2024 rupiah masih di level Rp15.390/US$.
Sejumlah faktor seperti Konflik Iran-Israel menjadi penyebab lemahnya Rupiah, namun pandangan lain diungkap oleh Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja. Ia menilai, faktor kebiasaan pelaku bisnis yang membutuhkan dolar saat awal tahun menjadi salah satu penyebab Dolar semakin menguat.
"Demand dolar meningkat pada kuartal I karena persiapan lebaran masa liburan. Banyak masyarakat terbang ke luar negeri, membeli tiket dan berbelanja, mereka butuh dolar," kata Jahja dalam konferensi pers Kinerja BCA di Jakarta, Senin sore (22/4).
Banyak dividen mengalir ke luar negeri
Selain itu, banyaknya pengusaha yang berekspansi untum membeli bahan baku luar negeri di awal tahun juga mendorong penggunaan dolar sehingga menggerus nilai tukar rupiah.
Tak hanya itu, lanjut Jahja, musim pembagian dividen payout pada kuartal I 2024 juga menjadi salah satu biang kerok pelemahan rupiah. Sebab, tak sedikit investor asing yang mengalirkan dividen miliknya ke luar negeri.
“Adanya pengurangan investasi di saham dan obligasi oleh asing dan adanya dumping dari asing semua ini butuh dolar, mau tidak mau exchange rate kita melampaui Rp 16.000,” tambah Jahja.
Kebutuhan dolar masih tinggi, Jahja sebut BI belum saatnya intervensi
Dalam menghadapi situasi saat ini, Bank Indonesia (BI) memang belum memberikan intervensi terhadap pelemahan rupiah. Jahja menyebut kondisi itu tepat dilakukan, sebab masih ada kebutuhan rill di pasar.
"Memang kalau lagi ada kebutuhan riil yang meningkat tidak boleh diintervensi. Saya pikir itu akan seperti membuang garam ke laut," kata Jahja.
Namun demikian, Jahja berharap bila kebutuhan dolar sudah turun dan berlangsung normal, bank sentral bisa mulai mengintervensi pasar salah satunya dengan kenaikan bunga acuan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.