Darmawan Junaidi Ungkap Strategi Mempertahankan Bisnis saat Pandemi
Darmawan Junaidi pimpin Bank Mandiri pada awal pandemi.
Jakarta, FORTUNE - Bank Mandiri menjalankan tugas yang tidak mudah di masa pandemi. Memastikan restrukturisasi kredit berjalan mulus, menjaga pertumbuhan bisnis, hingga roda perekonomian nasional. Hati-hati, jeli, dan proaktif menjadi strategi Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi.
Seiring berjalannya waktu, Bank Mandiri tumbuh menjadi bank terkemuka dan telah melahirkan bankir-bankir andal. Beberapa alumnus Bank Mandiri tercatat menduduki beberapa kursi penting pemerintahan, perbankan nasional hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya.
Sebut saja nama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dan Pahala Mansury yang merupakan alumni Bank Mandiri. Selain itu, Royke Tumilaar yang kini memimpin Bank Negara Indonesia (BNI), Sunarso Nakhoda Bank Rakyat Indonesia (BRI), hingga Hery Gunardi yang kini menjadi Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI), semuanya pernah berkarier di Bank Mandiri.
Keberadaan alumni Bank Mandiri pada posisi penting tersebut tentu bukan tanpa alasan. Menteri BUMN Erick Thohir pun mengakui talenta jebolan Bank Mandiri memiliki kinerja yang prima. Kursi panas Direktur Utama Bank Mandiri kini diduduki oleh Darmawan Junaidi mulai 21 Oktober 2020, di tengah perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Pimpin Bank Mandiri saat awal pandemi
Darmawan menceritakan kepada Fortune Indonesia bagaimana awal mula dirinya memimpin Bank Mandiri. “Pandemi Covid-19 merupakan fenomena yang belum pernah terjadi,” ujarnya.
Mengawali karier di Bank Mandiri sebagai treasury dealer 22 tahun lalu ini menambahkan, “Pada awal pandemi merebak, kami bersikap sangat hati-hati, jeli, dan proaktif mengamati dampaknya terhadap bisnis secara komprehensif, mulai dari operasional, kualitas, dan tentunya mengedepankan keselamatan pegawai.”
Ia juga harus memikul beban berat restrukturisasi kredit karena Bank Mandiri banyak menyalurkan kredit ke korporasi yang kinerjanya terdampak pandemi. Arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini berjalan bukan tanpa kendala. Sebab, pada saat yang sama perbankan juga dituntut untuk bisa menjaga pertumbuhan bisnis.
Restrukturisasi kredit Bank Mandiri jangkau 548 ribu debitur
Hingga Juni 2021, emiten dengan kode saham BMRI ini telah memberikan persetujuan restrukturisasi kredit kepada lebih dari 548 ribu debitur dengan nilai Rp126,5 triliun. Meski Sebagian debitur telah menyelesaikannya, posisi baki debet restrukturisasi tersisa Rp96,5 triliun. Bank Mandiri juga harus memperpanjang nafas karena kebijakan ini rencananya akan berlangsung hingga 2023.
Dalam memimpin bank dengan aset Rp1.429,3 triliun (per Desember 2020) tersebut, Darmawan fokus pada pencadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) agar Non Performing Loan (NPL) tidak membengkak. Meski, strategi ini berarti mengorbankan Raihan laba yang hanya mencapai Rp17,12 triliun pada 2020, merosot 38 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Belum niat bentuk bank digital
Pada saat itu Darmawan juga mengaku belum berencana masuk ke dalam bisnis bank digital. Namun bank pelat merah ini gencar mengembangkan layanan perbankan digital miliknya.
Tak tanggung-tanggung, Bank Mandiri telah mengalokasikan anggaran belanja modal (capex) senilai Rp2 triliun untuk pengembangan layanan serta produk perbankan digital pada tahun 2021.
“Di tengah situasi pandemi Covid-19, tren masyarakat terhadap kebutuhan layanan keuangan non-tunai tentu meningkat drastis. Hal ini membuat perbankan harus bergerak cepat untuk melakukan inovasi digital dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut,” kata Darmawan.
Aplikasi finansial Livin’ by Mandiri yang diluncurkan pada kuartal pertama 2021, kini penggunanya telah mencapai 7,8 juta. Nilai transaksinya pun telah menggeser transaksi di Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Tercatat hingga kuartal dua 2021 nilai transaksi dari Livin’ mencapai Rp388 triliun.