DPK dan Kredit Tumbuh Melambat, OJK Ungkap Potensi Risiko
Ini faktor yang menyebabkan perlambatan DPK dan kredit.
Jakarta,FORTUNE - Pertumbuhan Kredit hingga Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tercatat tumbuh melambat di akhir 2023. Pada kuartal III-2023 misalnya, kredit hanya tumbuh sebesar 8,96 persen (yoy) atau melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu tumbuh 11,00 persen, (yoy). Di sisi lain, DPK juga hanya tumbuh yaitu sebesar 6,54 persen (yoy) atau sedikit melambat dari tahun sebelumnya sebesar 6,77 persen (yoy).
Hal tersebut tertuang dalam Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) kuartal III-2023. Seiring dengan perlambatan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sejumlah risiko yang perlu diperhatikan perbankan utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas, serta potensi peningkatan risiko kredit seiring peningkatan biaya dana yang dapat berdampak pada penurunan daya beli nasabah.
“Untuk itu perbankan didorong untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko khususnya terkait penurunan kualitas kredit restrukturisasi,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, (29/12)
Ini faktor yang menyebabkan perlambatan DPK dan kredit
Dian kembali menjelaskan, perlambatan DPK pada tahun ini dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK yang tinggi pada masa pandemi yang di antaranya disebabkan terbatasnya konsumsi masyarakat misalnya berkurangnya belanja untuk kebutuhan sandang, transportasi, dan wisata, tingginya surplus di beberapa perusahaan korporasi atau high base effect DPK tahun 2022.
Sementara itu, pada tahun ini, DPK sedikit tergerus akibat meningkatnya konsumsi masyarakat seiring dengan penyesuaian status pandemi menjadi endemi, peralihan arus dana non-residen ke luar seiring tingginya suku bunga global, serta dampak dari instrumen alternatif penempatan dana selain DPK yang semakin atraktif.
“Selain itu, perlambatan DPK dan kredit juga disebabkan adanya aksi sebagian korporasi yang melakukan self financing dengan menggunakan surplus cashflow di perbankan untuk membiayai kebutuhan belanja operasional. Hal tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) dibanding tahun lalu,” jelas Dian.
Dalam situasi demikian, kondisi likuiditas bank umum juga masih cukup memadai sebagaimana tercermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 115,37 persen dan 25,83 persen, masih jauh di atas threshold. Tingkat permodalan juga cukup solid dengan CAR sebesar 27,33 persen yang utamanya ditopang perbaikan tingkat rentabilitas (ROA) yang antara lain karena membaiknya tingkat efisiensi perbankan. Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross dan NPL net yang menurun dan relatif stabil masing-masing menjadi 2,43 persen dan 0,77 persen.