Ini Analisa Bos BCA Terkait Kenaikan Suku Bunga Acuan BI
Likuiditas cukup, BCA belum berencana naikkan bunga kredit.
Jakarta, FORTUNE - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) Jahja Setiaatmadja menilai keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6 persen merupakan hal yang tepat.
Menurut analisanya, keputusan tersebut diambil untuk menjaga nilai tukar rupiah yang sempat melemah beberapa waktu terakhir. Ia menjelaskan, meski nilai tukar rupiah sempat menguat Rp14.600 pada awal tahun 2023, namun saat ini pergerakannya terus mengalami pelemahan hingga mencapai Rp15.800.
"Itu menyebabkan BI justru menaikkan (suku bunga), BI menaikkan karena memang bisa intervensi agar tidak terus-menerus mengurangi cadangan devisa kita,” imbuh Jahja saat konferensi video Paparan Kinerja BCA Kuartal III-2023 di Jakarta, Kamis sore (19/10).
Jahja juga memandang keputusan BI tersebut untuk mengimbangi pergerakan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) yang diperkirakan masih akan naik di November 2023. Diketahui, saat ini FFR berada pada level 5,5 persen. Ia bahkan menyebut, tren suku bunga bakal tetap tinggi di tahun 2024.
Likuiditas memadai, BCA belum berencana naikan bunga kredit
Dari sisi bisnis perbankan, kenaikan bunga acuan BI tak serta merta membuat bank untuk menaikan suku bunga dasar kredit (SBDK). Jahja menyatakan, saat ini kondisi likuiditas BCA masih sangat memadai sehingga belum berencana menaikan bunga kreditnya.
"Untuk suku bunga dasar kredit sendiri mengikuti perhitungan average, karena kami punya Current Account Saving Account (CASA) terbesar dan deposito yang biasanya kalau peningkatan BI rate diikuti dengan peningkatan dari deposito,” jelas Jahja.
Secara keseluruhan, total Dana Pihak Ketiga (DPK) BCA juga masih tumbuh 6,2 persen (yoy) menjadi Rp1.089 triliun. Di sisi pendanaan, CASA naik 4,7 persen (yoy) mencapai Rp869,8 triliun per September 2023. Bahkan, CASA berkontribusi hingga sekitar 80 persen dari total dana pihak ketiga BCA.
Meski demikian, Jahja tak memungkiri bahwa dampak kenaikan tersebut akan menjadi perhatian penting dari pelaku bisnis. Namun, kondisi tersebut bisa diimbangi dengan kondisi pasar yang masih ekspansif.
"Bagi pengusaha pasti minta bunga yang rendah, tapi kenyataannya memang dunia bisnis masih meningkat, yield bertambah terus maka nasabah tidak akan mengeluhkan interest rate," ungkap Jahja.
BCA targetkan pertumbuhan kredit 10% di 2023
Sementara itu, kenaikan bunga acuan dinilai cukup sensitif untuk bisnis kredit konsumer. Apalagi, salah satu pemacu kredit BCA ialah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Untuk itu, lanjut Jahja, pihaknya juga belum berencana menaikan bunga KPR dan KKB. Hal ini dilakukan untuk menjaga minat masyarakat terhadap kredit tersebut pasca pemulihan ekonomi. "Kami targetkan kredit masih bisa tumbuh di level 9 persen hingga 10 persen di tahun ini," kata Jahja.
Sebelumnya, hingga September 2023, kredit BCA mampu tumbuh 12,3 persen menjadi Rp766,1 triliun yang ditopang oleh seluruh segmen. Kredit UKM contohnya, mampu menjadi segmen dengan pertumbuhan kredit tertinggi, yaitu naik 16,4 persen (yoy) menjadi Rp104,8 triliun. Sementara itu, kredit korporasi tumbuh 12,2 persen (yoy) mencapai Rp343,5 triliun.