Mulai Juni 2023, LIBOR Tak Lagi jadi Acuan Bunga Utang Asing
Apa itu London Interbank Offered Rate (LIBOR)?
Jakarta,FORTUNE - Penggunaan London Interbank Offered Rate (Libor) sebagai referensi suku bunga pinjaman dalam mata uang asing di dunia termasuk Indonesia akan berakhir pada akhir tahun 2021.
Oleh karena itu, Indonesia membentuk National Working Group on Benchmark Reform (NWGBR) dan merilis Panduan Transisi LIBOR bagi pelaku pasar di Indonesia. Nantinya LIBOR akan resmi tak dijadikan referensi secara permanen mulai Juni 2023.
Panduan ini memberikan informasi mengenai latar belakang terjadinya diskontinuitas LIBOR, timeline penghentian publikasi LIBOR, implikasi transisi LIBOR, hingga pedoman persiapan dan rekomendasi transisi LIBOR yang dapat menjadi acuan bagi pelaku pasar. NWGBR juga memberikan 5 rekomendasi atas transisi tersebut.
Lima rekomendasi transisi LIBOR
Dalam panduan tersebut, NWGBR juga merekomendasikan lima referensi pelaku pasar yang memiliki eksposur LIBOR untuk melakukan lima langkah utama.
Pertama, menggunakan suku bunga referensi alternatif (Alternative Reference Rates/ ARR) pada kontrak keuangan baru, dengan mempertimbangkan opsi konvensi ARR yang sesuai. Kedua, pelaku pasar seprti bank bisa membentuk tim transisi LIBOR untuk memastikan kelancaran proses transisi.
Ketiga, melakukan negosiasi kontrak-kontrak outstanding dengan debitur atau counter party untuk menyepakati klausul fallback. Keempat, menggunakan fallback clause language dari market standard yang berlaku secara global. Kelima, mengikuti terus perkembangan proses transisi LIBOR.
Pengertian dan kegunaan LIBOR
Dalam paduan NWGBR, LIBOR adalah suku bunga referensi yang merepresentasikan indikasi suku bunga pinjam-meminjamkan antarbank (atau biaya wholesale funding bank) tanpa agunan (tanpa collateral atau unsecured).
LIBOR dikontribusikan oleh 16 panel bank global terkemuka yang berlokasi di London (quotation-based). Pada setiap hari kerja, sejumlah panel bank akan memberikan kuotasi untuk 5 mata uang yakni dollar AS, Euro, Poundsterling Inggris, Yen Jepang, dan Frank Swiss.
Empat nilai suku bunga tertinggi dan empat nilai suku bunga terendah yang dikuotasikan oleh panel bank akan dikeluarkan dan sisanya kemudian dirata-rata sederhana untuk menghasilkan LIBOR yang kemudian dipublikasikan pada pukul 11:55 waktu GMT
LIBOR juga digunakan sebagai suku bunga referensi ( reference rate) yang digunakan dalam banyak kontrak keuangan yaitu pada kontrak kredit 2 dengan suku bunga mengambang, baik dalam segmen korporasi, sindikasi, maupun konsumen LIBOR juga digunakan sebagai suku bunga referensi pada transaksi derivatif suku bunga seperti interest rate swap dan cross currency swap.
Transisi untuk antisipasi manipulasi
Dalam perkembangannya, LIBOR yang dibentuk berdasarkan kuotasi menimbulkan banyak kasus manipulasi yang merugikan pelaku pasar. Investigasi lintas yurisdiksi (US, UK dan EU) yang dilakukan pada tahun 2012 menemukan bukti manipulasi LIBOR yang dilakukan oleh 8 panel bank LIBOR untuk menguntungkan posisi derivative trading mereka.
Terkait hal tersebut, regulator memberikan hukuman dengan menjatuhkan denda sebesar US$9 miliar atau setara Rp127 triliun kepada seluruh bank yang terlibat dalam manipulasi. Skandal yang menyebabkan tergerusnya kredibilitas LIBOR tersebut mendorong Parlemen Inggris untuk meminta regulator melakukan reformasi terhadap sistem keuangan. Hal tersebut antara lain ditindaklanjuti dengan FCA pada tanggal 1 April 2013 sebagai badan supervisi pasar keuangan di Inggris.
Langkah pertama yang dilakukan Financial Conduct Authority (FCA) UK untuk memperbaiki integritas dan meningkatkan transparansi LIBOR adalah memindahkan administrasi LIBOR dari BBA ke IBA pada tahun 2014.
Namun seiring berjalannya waktu, FCA menganggap bahwa pemindahan tata kelola dan administrasi LIBOR tersebut belum cukup untuk mengembalikan kepercayaan pasar terhadap LIBOR. Untuk itu, pada tanggal 27 Juli 2017, FCA mengumumkan bahwa setelah tanggal 31 Desember 2021, panel bank tidak lagi diwajibkan untuk untuk men-support LIBOR.
Merespons pengumuman dari FCA tersebut, lima otoritas dari masing-masing negara 6 mata uang LIBOR bergerak untuk mencari dan memilih suku bunga referensi alternatif (Alternative Reference Rate, ARR) untuk menggantikan LIBOR. Untuk meningkatkan kredibilitas, transparansi dan mengurangi risiko manipulasi, kelima otoritas akhirnya menetapkan ARR yang dibentuk berdasarkan transaksi pinjam- meminjamkan (bukan kuotasi) pada tenor yang paling likuid di pasar uang (transaction-based)