OJK Wanti-wanti Bank Antisipasi Risiko Global Ganggu Kinerja
Restrukturiasasi berpotensi diperpanjang, bank harus siap.
Fortune Recap
- OJK mewanti-wanti perbankan mengantisipasi risiko ekonomi global.
- Kondisi perekonomian global stagnan dengan ketidakpastian pasar keuangan.
- Faktor risiko meliputi konflik geopolitik, disrupsi jalur perdagangan, dan perubahan iklim.
Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewanti-wanti industri Perbankan untuk mengantisipasi risiko ekonomi global yang dapat memengaruhi kinerja keuangan.
"Kondisi perekonomian global relatif stagnan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, serta pertumbuhan ekonomi negara-negara yang masih terdivergensi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae melalui keterangan resmi di Jakarta, Senin (18/11).
Ketidakpastian pasar keuangan global yang masih cukup tinggi. Antara lain dipengaruhi oleh laju penurunan inflasi yang masih berada di atas target yang mendorong The Fed mempertahankan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan baru melakukan pemangkasan FFR pada FOMC September 2024.
Selain itu, perlu diperhatikan juga faktor risiko seperti perkembangan konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina, disrupsi jalur perdagangan di Laut Merah, dan faktor perubahan iklim yang berpotensi memicu peningkatan harga komoditas dan inflasi ke depan.
Restrukturiasasi berpotensi diperpanjang, perbankan harus siap
Di sisi lain, OJK juga mengimbau perbankan untuk memperhatikan kualitas kredit pasca pelaksanaan restrukturisasi sekaligus terus mengkaji prospek pemulihan debitur.
Untuk diketahui, kebijakan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 diberlakukan pemerintah mulai Maret 2020 dan telah berakhir pada 31 Maret 2024. Namun Pemerintah tengah mengupayakan perpanjangan di 2025.
"Bank diminta untuk tetap melakukan pengawasan dan monitoring yang ketat untuk mencegah timbulnya pemburukan kredit di masa depan," kata Dian.
Selain itu, perbankan juga didorong untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga pencadangan atau coverage Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) secara memadai.
Dalam rangka mengukur ketahanan bank, OJK juga meminta agar bank secara rutin melakukan stress test dan asesmen terhadap kekuatan permodalannya untuk mengukur kemampuannya dalam menyerap potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi. Di sisi lain, pada kuartal II-2024, risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross yang meningkat menjadi sebesar 2,26 persen dan NPL net sedikit meningkat menjadi 0,78 persen.
Kredit bank masih tumbuh 12,36%
Secara umum, pertumbuhan konsumsi domestik yang melambat juga ditengarai merupakan implikasi dari berakhirnya efek stimulus dari periode Pemilihan Umum (Pemilu) dan Ramadhan serta diikuti oleh kondisi pasar tenaga kerja yang belum pulih sepenuhnya.
Di sisi lain, ekonomi domestik yang tetap kuat juga tercermin pada indikator perbankan di kuartal II-2024 sebagaimana terlihat pada pertumbuhan kredit bank umum masih cukup baik yaitu sebesar 12,36 persen (yoy).
Pertumbuhan kredit tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan dari segmen korporasi yang baik sejalan dengan penjualan yang baik dan kemampuan bayar yang kuat.
Di sisi lain, DPK juga masih tumbuh yaitu sebesar 8,45 persen (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 5,79 persen (yoy) sehingga menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan.
Dalam situasi demikian, kondisi likuditas bank umum terpantau masih cukup memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 112,33 persen dan 25,37 persen, jauh di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.
Tingkat permodalan juga cukup solid dengan CAR sebesar 26,09 persen meskipun menurun dari tahun sebelumnya didorong oleh pertumbuhan ATMR yang tumbuh 9,91 persen (yoy), sejalan dengan pertumbuhan kredit, dan melampaui pertumbuhan modal.