Perkuat Modal, Densitas Asuransi ditargetkan Capai Rp2,4 juta
OJK harap PSAK 117 sudah diterapkan sepenuhnya di 2025.
Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengajak industri Asuransi untuk melakukan transformasi melalui penguatan permodalan, tata kelola, dan manajemen risiko. Hal ini berangkat dari kondisi industri asuransi Indonesia yang masih relatif rendah dalam hal densitas, penetrasi terhadap PDB, hingga literasi dan inklusi.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara menyatakan, sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi pemerintah baru yang cukup tinggi, peran sektor keuangan sebagai penyedia pendanaan bagi dunia usaha menjadi penting. Namun, dibandingkan negara-negara maju, pendanaan di Indonesia masih dominan dari sektor perbankan daripada asuransi, dana pensiun, dan fund manager.
Hal itu terungkap dalam IFG Conference 2024, mengusung tema “Seizing Opportunities in the Insurance Industry: Towards Risk Adaptation and Regulatory Compliance”. Acara ini diselenggarakan oleh IFG Progress, lembaga think tank Indonesia Financial Group (IFG), Holding BUMN Asuransi, Penjaminan, dan Investasi di Jakarta, pada Selasa (15/10).
“Melalui peta jalan yang disusun, densitas asuransi ditargetkan mencapai Rp2,4 juta pada 2027. Selain itu salah satu fokus OJK dalam penguatan dan pengembangan sektor asuransi adalah dari sisi permodalan dan transformasi tata kelola di sektor perasuransian, penjaminan dan dana pensiun (PPDP) melalui penerbitan POJK Nomor 23 tahun 2023,” kata Mirza.
OJK harap PSAK 117 sudah diterapkan sepenuhnya di 2025
Disamping itu, Implementasi PSAK 117 dalam rangka penguatan modal juga terus berjalan. OJK berharap pada 2025 sudah sepenuhnya dijalankan oleh industri asuransi. Dalam kajian OJK sendiri, perhitungan RBC nantinya akan menjadi lebih menggambarkan tingkat solvabilitas.
“Hal ini demi mendorong perusahaan asuransi dapat berkontribusi lebih pada pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Mirza.
Ia menjelaskan, industri Keuangan Non-Bank (IKNB), khususnya asuransi saat ini menghadapi berbagai risiko dan tantangan yang terus berkembang. Tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ketidakpastian makroekonomi dan fluktuasi kondisi global, tetapi juga oleh faktor internal seperti tata kelola perusahaan yang semakin ketat. Dalam situasi ini, adaptasi terhadap risiko menjadi semakin krusial untuk menjaga keberlanjutan bisnis dan memperkuat peran industri asuransi dalam mendukung kestabilan sektor keuangan.
Pentingnya tata kelola di industri asuransi
Pentingnya tata kelola perusahaan yang baik tidak dapat diabaikan. Dalam beberapa tahun terakhir, regulasi di sektor ini semakin diperketat, dan perusahaan asuransi diharuskan untuk memiliki sistem tata kelola yang mampu menjawab tantangan-tantangan terbaru. Budaya organisasi yang etis dan berorientasi pada akuntabilitas juga menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik dan menjaga reputasi industri.
Asisten Deputi Bidang Jasa Asuransi dan Dana Pensiun Kementerian BUMN, Hendrika Nora Osloi Sinaga menambahkan, industri asuransi sedang menghadapi perubahan besar yang dipengaruhi oleh faktor makro ekonomi, faktor mikro, faktor teknologi, perubahan perilaku konsumen, serta risiko-risiko baru yang muncul, yang tidak terprediksi sebelumnya. Namun, di balik setiap perubahan ini, terdapat pula peluang besar yang bisa dimanfaatkan.
“Dalam hal ini, IFG sebagai holding memiliki berbagai tujuan. Salah satu pilar utamanya adalah peran IFG sebagai agent of development dalam peningkatan literasi keuangan. Penyelenggaraan IFG Conference ini bukti komitmen IFG untuk meningkatkan literasi keuangan,” katanya.
Senada dengan itu, Direktur Utama IFG Hexana Tri Sasongko menjelaskan, konferensi tahunan ketiga IFG ini adalah bentuk komitmen IFG untuk memperkuat industri asuransi agar dapat berkontribusi lebih signifikan pada perekonomian nasional.
Sesi pertama pada konferensi ini mendiskusikan empat sub-topik utama, yaitu dampak risiko makroekonomi terhadap sektor asuransi, tata kelola asuransi, sistem layanan kesehatan, dan tantangan dalam asuransi kesehatan. Diskusi ini dimulai dengan eksplorasi risiko ekonomi makro serta dampaknya terhadap perusahaan asuransi, hingga strategi manajemen risiko yang efektif untuk mendukung UMKM dan badan usaha selama ketidakpastian ekonomi. Setelah menyoroti risiko eksternal, pembahasan selanjutnya menekankan pentingnya transformasi budaya di industri asuransi guna menciptakan keberlanjutan yang sehat dalam jangka panjang.
Pada Sesi kedua IFG Conference 2024 menyajikan tiga diskusi interaktif yang berfokus pada tantangan regulasi, kapasitas reasuransi dan asuransi pertanian. Diskusi pertama membahas persyaratan modal baru berdasarkan POJK No. 23/2023, mengeksplorasi implikasinya terhadap ketahanan finansial, dan mengidentifikasi peluang untuk pertumbuhan. Diskusi kedua membahas penguatan kapasitas reasuransi sebagai respons terhadap kondisi pasar dan regulasi yang terus berkembang.