Stanchart Group Targetkan Pembiayaan Berkelanjutan $300 Miliar
CEO Stanchart Group ungkap tantangan pembiayaan.
Jakarta, FORTUNE - Standard Chartered Group telah mengumumkan komitmen untuk memobilisasi $300 miliar dalam bentuk Pendanaan Keberlanjutan (Sustainable Finance) hingga tahun 2030. Dari target tersebut, realisasinya selama periode Januari 2021 hingga September 2023, Standard Chartered secara global telah memobilisasi $87,2 miliar untuk memenuhi komitmen tersebut.
CEO Standard Chartered Group, Bill Winters menekankan bahwa salah satu kendala terbesar dalam transisi energi bukanlah adanya kekurangan dana, namun tantangan untuk mengarahkan modal ke tempat yang paling membutuhkan. Dirinya menjelaskan bahwa sejumlah perubahan kebijakan di ASEAN dan Indonesia telah membantu menciptakan kerangka standar untuk menjembatani kesenjangan antara investor dan proyek yang membutuhkan pendanaan.
“Pada dasarnya, tugas kami selaku pelaku industri bisnis adalah mendorong keterlibatan sektor swasta, bersamaan dengan kebijakan publik dan pendanaan publik. Jika kita melakukan hal tersebut, melalui kemitraan, kita dapat fokus pada hal-hal yang dapat memberikan dampak terbesar, dan saya yakin bahwa kita dapat menyelesaikan masalah eksistensial yang kita hadapi ini,” jelas Bill melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (10/9).
Kemenkeu: investasi dekarbonisasi di ASEAN masih mahal
Standard Chartered belum lama mengadakan diskusi panel penting dengan tema “Decarbonisation Opportunities in ASEAN’ pada ajang Indonesia International Sustainability Forum 2024 (ISF 2024), yang mempertemukan para pemangku kepentingan untuk membahas strategi yang dapat ditindaklanjuti guna mempercepat transisi menuju masa depan emisi nol-bersih di ASEAN.
Panel ini menggarisbawahi bahwa meskipun ASEAN menghadapi tantangan unik dalam transisinya menuju perekonomian net-zero, terdapat peluang yang jelas untuk mempercepat kemajuan melalui kolaborasi strategis, inovasi kebijakan, dan investasi yang ditargetkan pada sektor-sektor yang berdampak besar.
Dalam acara tersebut, Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian ASEAN sangat beragam. Namun, secara bersamaan selalu ada tantangan untuk memastikan bahwa setiap negara anggota ASEAN memiliki kemampuan dan kecukupan dana untuk mengatasi isu perubahan iklim.
“Dekarbonisasi di kawasan ASEAN juga harus memprioritaskan optimalisasi investasi publik dan swasta, karena upaya ini bisa memakan biaya yang sangat mahal. Itulah sebabnya saya senang mengetahui bahwa taksonomi ASEAN untuk keuangan berkelanjutan dapat berfungsi sebagai kerangka kerja yang berharga bagi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam upaya dekarbonisasi, terutama dalam mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan yang dapat mendukung tujuan penghindaran perubahan iklim,” kata Sri Mulyani.
Lima aspek percepat transisi hijau di ASEAN
Diskusi panel diawali dengan presentasi temuan dari sebuah laporan bertajuk Southeast Asia’s Green Economy 2024 – moving the needle, yang dikeluarkan oleh Bain & Company, GenZero, Standard Chartered dan Temasek. Laporan yang sudah memasuki edisi kelimanya ini mengidentifikasi 13 ide investasi untuk dekarbonisasi yang menghadirkan peluang ekonomi hingga USD 150 miliar pada tahun 2030. Ide-ide ini mencakup sektor-sektor seperti alam dan pertanian, listrik, transportasi, dan bangunan, untuk mengatasi tantangan-tantangan unik di kawasan ASEAN dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kebutuhan transisi energi. Pemaparan laporan disampaikan oleh Dale Hardcastle, Partner, Bain & Company.
Laporan tahun ini juga mengidentifikasi lima aspek yang dapat mempercepat transisi hijau di kawasan Asia Tenggara: pertama, insentif kebijakan yang lebih komprehensif, kedua mekanisme keuangan yang inovatif, ketiga peningkatan investasi dari sektor swasta, keempat pengembangan proyek percontohan dan kelima kolaborasi regional.
Laporan ini juga menunjukan keberhasilan Indonesia mencapai peningkatan Skor Indeks Hijau tahun 2024, yang dibantu oleh kemajuan yang terlihat dalam emisi Gas Rumah Kaca dan peluncuran JETP CIPP yang menguraikan prioritas dan rencana pendanaan untuk implementasi JETP. Indonesia juga mengalami peningkatan yang stabil sebesar 28 persen dalam investasi ramah lingkungan swasta di tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, masih terdapat kesenjangan investasi dan upaya signifikan yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan investasi modal sebesar $108 miliar.
Rino Donosepoetro, Cluster CEO, Indonesia and ASEAN Markets, Standard Chartered, menjelaskan, negara-negara ASEAN berada pada tahap transisi yang berbeda-beda, namun kawasan ini memiliki potensi yang sangat tinggi untuk melakukan aksi iklim dalam skala besar.
“Dengan mendorong kolaborasi dan memanfaatkan mekanisme keuangan yang inovatif, kita dapat mendorong transisi menuju perekonomian beremisi karbon rendah dan ramah lingkungan. Di Indonesia, Standard Chartered sangatlah bangga dapat bermitra dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk mendorong penerapan JETP di Indonesia melalui pendekatan terstruktur untuk mendukung pencapaian SDG,” pungkas Rino.