Suku Bunga Acuan BI Tetap 5,75%, Ini Indikator Pertimbagannya
BI perkuat bauran kebijakan moneter melalui penerbitan SRBI.
Jakarta, FORTUNE – Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap bertahan di level 5,75 persen. Sedangkan untuk suku bunga deposit facility juga tetap sebesar 5,00 persen, sedangkan untuk suku bunga lending facility sebesar 6,50 persen. Hal tersebut tertuang dalam hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode September 2023.
Keputusan ini diambil sebagai konsistensi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi Indonesia tetap rendah dan terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024.
“Kebijakan moneter tetap difokuskan untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar Rupiah sebagai langkah antisipasi dari dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Gubernur BI Perry Warjio melalui konferensi video di Jakarta, Kamis (21/9).
Perry menjelaskan, nilai tukar Rupiah pada September 2023 sampai dengan 20 September 2023 secara point-to-point terlihat melemah sebesar 0,98 persen dibandingkan dengan level akhir Agustus 2023. Namun demikian, secara year-to-date, nilai tukar Rupiah menguat 1,22 persen dari level akhir Desember 2022. Penguatan secara year to date tersebut lebih baik dibandingkan dengan nilai tukar mata uang negara berkembang lainnya seperti Rupee India, Peso Filipina, dan Baht Thailand yang masing-masing mengalami depresiasi sebesar 0,42 persen, 1,92 persen, dan 4,03 persen.
Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, inflasi yang rendah, dan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas, meningkatkan efektivitas implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023, dan melanjutkan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” kata Perry.
BI perkuat bauran kebijakan moneter melalui penerbitan SRBI
Bank Indonesia juga terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, antara lain melalui implementasi penerbitan SRBI sebagai instrumen moneter yang pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang. Selain itu, SRBI juga akan mendukung upaya menarik portfolio inflows, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.
Selain itu, bank sentral juga melakukan stabilisasi melalui intervensi di pasar valas dengan fokus pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
BI juga terus berupaya melakukan erluasan kerja sama dengan sejumlah bank sentral untuk penggunaan Local Currency Transaction (LCT). Penggunaan LCT tersebut dilakukan dalam perdagangan, investasi, pasar keuangan, dan perbankan, serta transaksi pembayaran antarnegara, dengan dukungan Satuan Tugas Nasional LCT.
Kredit dan DPK bank tumbuh kuat
Di sisi lain, BI memandang kredit perbankan pada Agustus 2023 tumbuh kuat di level 9,06 persen (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,54 persen (yoy). Perry menyebut, [ertumbuhan kredit terutama ditopang oleh kinerja sektor jasa, dunia usaha, perdagangan, dan jasa sosial.
Di sisi lain, risiko kredit juga masih terkendali, tecermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) sebesar 2,51 persen (bruto) dan 0,80 persen (neto) pada Agustus 2023. Likuiditas perbankan pada Agustus 2023 juga terjaga, dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,24 persen (yoy).
Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) juga tercatat tinggi, yakni 26,49 persen pada Agustus 2023, sejalan dengan stance kebijakan likuiditas longgar BI. Perkembangan ini mengakibatkan suku bunga perbankan tetap rendah, dengan suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Agustus 2023 masing-masing sebesar 4,23 persen dan 9,34 persen.
“Hasil stress test Bank Indonesia menunjukkan ketahanan perbankan yang tetap kuat. Bank Indonesia terus memperkuat sinergi dengan KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi domestik dan global yang berpotensi mengganggu ketahanan sistem keuangan dan momentum pertumbuhan ekonomi,” pungkas Perry.
Ke depan, Bank Indonesia terus memastikan kecukupan likuiditas perbankan, termasuk melalui kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), untuk mendorong kredit/pembiayaan dunia usaha.