Melihat Penampakan Satelit Proyek Kota Terapung Pertama di Dunia
Pembangunan Maldives Floating City dijadwalkan rampung 2027.
Jakarta, FORTUNE - Maldives terkenal dengan pesona alamnya yang memikat bagi pecinta wisata tropis. Daya tarik ini juga mendorong gencarnya pembangunan infrastruktur, salah satunya Maldives Floating City yang digadang sebagai kota terapung pertama di dunia. Konstruksi kota terapung yang dijadwalkan rampung pada 2027 ini dibangun di perairan Samudera Hindia. Demikian dilaporkan Newsweek, dikutip Rabu (8/5).
Gambar-gambar Satelit dari Maxar Technologies menunjukkan kemajuan pembangunan Maldives Floating City. "Island city" ini merupakan gagasan dari pemerintah Maladewa bekerja sama dengan firma arsitektur Belanda Waterstudio. Lokasinya berjarak sekitar 10 menit perjalanan perahu dari ibu kota Male.
Maldives Floating City dikembangkan untuk memberikan solusi praktis terhadap masalah nyata yang dihadapi oleh negara kepulauan Asia Selatan ini, yang merupakan negara terendah di dunia dengan elevasi rata-rata hanya lima kaki di atas permukaan laut.
Penduduk pertama dalam proyek pengembangan kota ini diharapkan akan tinggal dalam 14 bulan mendatang, kata Koen Olthuis, arsitek utama proyek ini. Ia juga mengatakan, meskipun terjadi sedikit keterlambatan karena beberapa masalah politik antara kepentingan ekonomi yang berbasis di India dan China, fase konstruksi kini berjalan baik.
Kota terapung akan dihuni 20.000 penduduk
Waterstudio menginformasikan bahwa kota ini nantinya akan menjadi rumah bagi sekitar 20.000 penduduk yang akan tinggal di 5.000 rumah yang tersusun berdasarkan grid heksagonal berbentuk "brain coral" yang terhubung dengan cincin luar pulau-pulau pembatas yang bertindak sebagai pelindung. Menariknya, perahu akan menggantikan mobil sebagai sarana utama untuk transit antarpulau serta perjalanan antara pulau dan daratan.
Harga properti ini terbilang mahal, tentunya sebanding dengan keindahan dan kemewahan yang ditawarkan. Hunian yang semuanya akan menghadap laut sesuai desainnya akan dijual mulai dari US$250.000 untuk rumah keluarga, menurut siaran pers yang dirilis pada 2021.
Para pengembang mengatakan mereka berharap warga asing akan tertarik untuk membeli, tetapi mereka juga memasarkan properti ini kepada keluarga nelayan lokal yang selama berabad-abad telah memanggil daerah ini sebagai rumah mereka.
Aspek lainnya dari pembangunan kota ini yakni upaya untuk membantu mengurangi kepadatan penduduk di daratan utama yang sudah padat akibat pariwisata yang kian pesat.. Namun, rencana utamanya juga merupakan respons terhadap naiknya permukaan laut yang mengancam 1.100 pulau karang yang membentuk Maladewa. Menurut perkiraan dari NASA, hingga 80 persen negara tersebut bisa tidak dapat dihuni pada pertengahan abad ini karena kenaikan permukaan laut.
Mantan Presiden Maladewa, Mohamed Nasheed yang juga mendukung proyek ini, mengatakan selama fase perencanaan, kebrilian dari ide ini adalah bahwa tidak diperlukan reklamasi lahan atau dampak lainnya pada terumbu karang di samudra. Dia menggambarkannya sebagai solusi potensial yang berkelanjutan dan inovatif terhadap risiko eksistensial perubahan iklim.
"Di Maladewa kita tidak bisa menghentikan gelombang, tetapi kita bisa bangkit bersamanya," kata Nasheed.