Jakarta, FORTUNE - Jaguar, merek otomotif legendaris asal Inggris, baru-baru ini memicu perdebatan setelah mengumumkan Rebranding radikal yang mencakup perubahan warna, logo, hingga identitas visual perusahaan. Pengumuman ini memancing reaksi kuat dari konsumen yang merasa kehilangan koneksi emosional dengan merek berusia 89 tahun tersebut.
Rebranding Jaguar, yang kini disebut sebagai JaGUar, memperkenalkan palet warna baru berupa merah muda elektrik, merah, dan kuning, menggantikan warna klasik seperti hijau balap khas Inggris. Langkah ini juga menampilkan sosok androgini dalam materi promosi dan menghilangkan elemen mobil dalam kampanye awal. Mulai tahun 2026, perusahaan hanya akan memproduksi kendaraan listrik.
Dalam video promosi yang menuai kritik online, Jaguar menyampaikan misi barunya: “Ciptakan keceriaan. Hidup penuh warna. Hapus yang biasa. Hancurkan batasan.” Di media sosial, akun resmi @Jaguar mengajukan pertanyaan, “Penasaran?” namun tanggapan yang diterima jauh dari positif. “Aneh dan membuat tidak nyaman,” tulis Katja Vogt, seorang desainer merek asal Siprus, di Instagram.
Vogt menjelaskan, “Terutama saat ini, ketika dunia terasa begitu distopik, merek warisan seperti Jaguar seharusnya menyampaikan rasa aman, stabilitas, dan mungkin sedikit pemberontakan — jenis yang mengguncang dengan cara yang baik, bukan dengan cara yang membuat resah.”
Apa kesalahan Jaguar?
Managing Partner Inventure dan Pakar Marketing, Yuswohady, menilai Jaguar melakukan "lompatan berani" dengan sepenuhnya masuk ke mobil listrik (EV).
"Big shift ini ditandai dengan perubahan logo yang eksterem. Konsumen pun marah!" ujarnya, dikutip Kamis (28/11)/
Ada lima kesalahan rebranding Jaguar yang menjadi sorotannya. Kesalahan ini berpotensi Hal ini "bedol desa" pelanggan lama meninggalkan Jaguar saat ia beralih ke EV sepenuhnya.
1. Mengabaikan Brand Heritage
Jaguar adalah simbol mobil mewah Inggris dengan sejarah panjang yang sangat dihormati. Dalam rebranding terbaru, meninggalkan brand heritage dan elemen historis seperti logo “jaguar loncat” yang ikonik.
"Ia justru beralih ke desain modern, minimalis yang dianggap terlalu generik. Ini "memutus" emotional connection dengan pelanggan lama yang begitu menghargai heritage Jaguar. Rebranding ini menjadikan Jaguar "tercerabut dari akarnya"," ujarnya.
2. Pesan iklan: abstrak
Yuswohady mengatakan, konsep “Exuberant Modernism” dinilai terlalu abstrak dan gagal menyampaikan authenticity Jaguar. Banyak kritik yang menyebut bahwa pesan ini sulit dipahami dan tak berkaitan langsung dengan produk utamanya, yakni mobil mewah. Hal ini membuat netizen kecewa kemudian mencibir dan memparodikannya di medsos.
"Do you sell cars?" Sindir Elon Musk di X.
3. Fashion over function
Jaguar tidak menampilkan mobil Jaguar dalam kampanye utama rebranding. Sebaliknya, fokus diberikan pada filosofi desain modern yang abstrak dan visual yang tidak menunjukkan inti produk mereka. Hal ini menciptakan kebingungan di antara audiens tentang apa yang sebenarnya dijual .
4. Kehilangan identitas unik
Rebranding ini menciptakan kesan bahwa Jaguar berusaha menyesuaikan diri dengan tren pasar tanpa mempertahankan legacy dan authenticity Jaguar.
"Blunder ini membuat mereka tampak seperti “alien brand” di segmen mobil premium dan mengikis orisinalitas Jaguar yang sebelumnya memiliki identitas yang kuat," ujarnya.
5. Alienasi pelanggan lama
Perubahan radikal ini berisiko mengalienasi basis pelanggan setia yang mengidentifikasi Jaguar dengan desain klasik dan performa berbasis mesin bensin.
"Alih-alih menarik pelanggan baru, strategi ini justru merugikan hubungan jangka panjang Jaguar dengan konsumen lama yang loyal dan fanatik," katanya.
Merek dan identitas Konsumen
Jaguar, simbol tradisi dan kehalusan Inggris, bukan satu-satunya merek warisan yang memutuskan untuk melakukan rebranding besar-besaran. Campbell’s, perusahaan makanan ikonik Amerika, juga mengumumkan perubahan nama untuk mencerminkan diversifikasi produknya. Sementara itu, restrukturisasi Comcast akan mengubah nama beberapa jaringan televisinya yang sudah lama dikenal publik.
Namun, langkah Jaguar memicu reaksi paling keras. Perubahan ini dilihat oleh sebagian pihak sebagai upaya untuk menarik pelanggan baru, terutama di segmen premium dengan kendaraan listrik berharga enam digit. Dalam siaran persnya, Jaguar menyatakan bahwa rebranding ini selaras dengan filosofi pendirinya, Sir William Lyons, untuk “tidak meniru apa pun.”
Menurut Ali Marmaduke, direktur strategi Brand Potential yang berbasis di Amsterdam, rebranding seperti ini sering kali dianggap sebagai bentuk pengkhianatan oleh konsumen setia. “Ini bisa terasa seperti merek tersebut meninggalkan segala sesuatu yang diperjuangkannya — dan oleh karena itu, terasa seperti meninggalkan kita, orang-orang yang percaya pada ide atau ideologi itu,” ujarnya.
Ia juga menyoroti ketegangan budaya dan krisis global saat ini, yang membuat konsumen mencari rasa stabilitas dari merek-merek yang mereka percayai. Marmaduke menyebut situasi ini sebagai “polycrisis,” di mana berbagai krisis besar bertumpuk dan menciptakan ketidakpastian yang mendalam.
Rebranding ini akan resmi diluncurkan pada 2 Desember mendatang dalam ajang Miami Art Week, bersamaan dengan pengenalan model GT listrik terbaru. Jaguar juga akan memperkenalkan logo baru dan perubahan desain pada ikon kucing “leaper” yang legendaris. Filosofi “modernisme yang ceria” akan menjadi tema utama dunia baru Jaguar.
Sejumlah pengamat memprediksi langkah ini berisiko tinggi. Sebuah tajuk di The Spectator menyebut bahwa rebranding Jaguar “membunuh ikon Inggris.” Namun, ada juga yang berspekulasi bahwa langkah ini mungkin saja sindiran terhadap tren rebranding. Meskipun demikian, Jaguar tetap bersikukuh pada visinya untuk masa depan.