Far East Hospitality, Efek Taylor Swift dan Perhotelan Pascapandemi
Far East Hospitality berpusat di Singapura.
Jakarta, FORTUNE – Bisnis Perhotelan global yang mengalami pukulan telak saat pandemi Covid-19 kini perlahan bangkit. Berbagai faktor, dari inflasi, kurs mata uang, hingga konser Taylor Swift mempengaruhi pergerakan wisatawan.
Terkait dampak pandemi, mengutip Organisasi Pariwisata Dunia di bawah PBB, pemulihan di industri pariwisata saat ini sudah mencapai 88 persen. “Jika mempertimbangkan besarnya dampak pandemi, sebenarnya ini bukan angka yang buruk. Tapi, saya rasa pemulihan di negara-negara barat lebih cepat dibanding timur,” kata CEO Far East Hospitality, Arthur Kiong, beberapa waktu lalu.
Konser Taylor Swift hingga Coldplay
Far East Hospitality mengoperasikan lebih dari 100 hotel dengan lebih dari 16.500 kamar di 10 negara, yakni Australia, Austria, Denmark, Jerman, Hungaria, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Swiss dan pusatnya di Singapura.
Di Singapura sendiri, Far East Hospitality mengelola 27 properti dari berbagai brand, seperti Oasia, Quincy, Rendezvous, Village, Amoy, The Barracks, The Clan, The Outpost, hingga Vibe Hotels.
Di negeri jiran pula, Far East Hospitality turut memanen wisatawan saat Coldplay dan Taylor Swift menggelar konser selama beberapa hari pada awal 2024. Bahkan, dampak kedua konser tersebut tak tak sebatas industri pariwisata dan perhotelan. “Konser Coldplay The Coldplay dan Taylor Swift mencapai kesuksesan fenomenal hingga berkontribusi terhadap 0,2 persen produk domestik bruto bulanan di Singapura,” kata Kiong.
Bagaimana dengan tingginya tarif hotel saat penyelenggaraan event besar seperti kedua konser tersebut? Ia pun mengakui ada kenaikan harga, namun itu bersifat proporsional. “Saat ada konser besar, bukan berarti harga akan naik 100 persen. Tidak seperti itu. Pergerakan harga harus tetap masuk akal untuk menarik wisatawan,” ujarnya.
Dan untuk Singapura, pasar utama pariwisatanya adalah Cina, Indonesia, India, Malaysia, dan Australia.
Kiong pun memberikan tips untuk mendapatkan harga kamar terbaik—sebab Singapura hampir penuh dengan agenda meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE). “Jika Anda memesan kamar hotel saat situasi normal, sepekan sebelum kedatangan, tidak terburu-buru, maka Anda akan mendapati bahwa harga kamar di Singapura secara umum masih sangat wajar dibandingkan dengan kota-kota besar lain di dunia.”
Investasi ke Jepang
Pada 2023, Far East Hospitality melakukan ekspansi dengan membuka hotel di Tokyo dan Yokohama, Jepang. Investasi itu rupanya berbuah cepat.
Tahun ini, wisatawan dari seluruh dunia membanjiri Jepang karena faktor pelemahan yen. Pada Maret 2024 saja, lebih dari 3 juta wisatawan berkunjung untuk menikmati sakura bermekaran.
Namun, pelemahan yen rupanya bukan factor penentu ekspansi Far East Hospitality. “Pelemahan yen sebebnarnya sedikit mengejutkan. Nilai tukar yen tidak lemah saat kami memutuskan investasi, dan mungkin tidak akan terus di titik rendah seperti sekarang,” ujarnya.
Kiong menjelaskan, keputusannya berinvestasi ke Jepang adalah karena fundamental negeri sakura. Pada 2019, kunjungan wisatawan asing ke Jepang mencapai 31,9 juta, dua kali lipat dari Singapura. Setelah terdampak pandemi, pada 2023, kunjungan wisatawan asing ke Jepang masih di kisaran 25 juta, dan diperkirakan akan kembali ke level prapandemi pada tahun ini.
Lebih jauh, pemerintah Jepang menargetkan kedatangan 60 juta wisatawan asing pada 2030. “Jepang memiliki fundamental yang sangat baik di sektor pariwisata,” kata Kiong. Ia menyebutkan, Jepang merupakan negeri yang aman, bersih, masyarakatnya taat aturan, dengan budaya yang kaya dan alam yang cantik. “Dengan semua faktor tersebut, potensi wisata Jepang sangatlah cerah, dan kami bermaksud untuk turut mengambil bagian.”
Potensi Indonesia
Sejak 2021, Far East Hospitality memiliki kerja sama strategis dengan Artotel Group di Indonesia. Kerja sama ini antara lain meliputi bidang operasional dan penguatan infrastruktur melalui kegiatan training bagi para karyawan dari kedua perusahaan. Selain itu, melalui kerja sama ini, FEH dapat menjangkau pangsa pasar Indonesia melalui ekosistem ARTOTEL Group, begitu pula sebaliknya.
“Kerja sama dengan Artotel berjalan dengan sangat memuaskan,” kata Kiong. “Melalui kerja sama ini, kami dapat mempromosikan hotel kami di Singapura, Jepang, dan Australia ke pasar Indonesia.”
Lalu, apakah Far East Hospitality juga berencana untuk membuka hotel di Indonesia? “Tentu, Indonesia memiliki potensi wisata yang baik dengan populasi penduduknya yang besar,” ujarnya.
Namun, rencana investasi itu tampaknya masih dikaji. “Kami melakukan investasi dengan sangat disiplin,” ujarnya. Menurutnya, Far East Hospitality tidak akan mencoba untuk memasuki banyak pasar secara bersamaan.
“Jadi, setelah Singapura, Australia, Jerman, dan sekarang Jepang, saya rasa kami juga akan hadir di Indonesia pada saat yang tepat karena potensi pasarnya yang besar,” kata Kiong.