Pengamat Sebut Konten IP Jadi Prospek Investasi di Sektor Ekraf
Konsumsi pasar domestik Indonesia dinilai sangat kuat .
Jakarta, FORTUNE – Pengamat ekonomi senior dari Samuel Sekuritas, Fithra Faisal, mengatakan bahwa Konten-konten yang menjadi kekayaan intelektual (intellectual property/IP) bisa jadi Prospek yang menarik bagi Investasi di sektor ekonomi kreatif (Ekraf).
Fithra mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi mencapai 5,05 persen tahun ini dapat mendirong bisnis ekonomi kreatif, terutama dari sektor cyclical, seperti film. “Dari grafik sektor cyclical, ada beberapa peristiwa yang menjafikanya menurun, tapi kalau kita tarik tren line-nya, itu ke atas terus,” ujarnya dalam weekly brief Kemenparekraf, Senin (5/2).
Menurutnya, hal ini terjadi karena perkembangan masyarakat dengan ekonomi kelas menengah di Indonesia cukup signifikan dan tidak terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa seperti keriuhan politik.
Oleh sebab itu, kondisi ini akan memberi peluang menarik dan menjanjikan bagi investasi di sektor kreatif, terutama yang berhubungan dengan pembuatan konten yang dijadikan IP. “Jadi, kalau mau, berinvestasilah di content creating industry,” ujar Fithra.
Potensi
Menurut Fithra, bicara soal IP, hal itu juga berkaitan dengan potensi investasi Rp130 triliun yang bisa masuk di ekosistem ekonomi kreatif, 400-500 ribu lapangan pekerjaan yang bisa tercipta, dan masa depan perekonomian Tanah Air.
Selain itu, generasi Gen Z menurutnya tak lagi tertarik berinvestasi di sektor-sektor seperti keuangan–yang biasanya jadi primadona. “Tapi kalau kita bicara tentang prospect growth, seperti film tadi, price and ratio dari perspektif tradisional memang mahal banget, tapi kita bicara tentang growth, traction, mau ke arah mana ke depannya (sehingga sektor film bisa jadi pilihan),” katanya.
Di pasar modal, saat ini setidaknya terdapat tiga emiten hiburan dan film, yakni MD Pictures Tbk (FILM); MNC Studios International Tbk (MSIN); dan Tripar Multivision Plus Tbk (RAAM). Namun, ke depan, tak mustahil akan semakin banyak emiten sektor ekonomi kreatif di subsektor film yang makin banyak di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Faktor eksternal
Fithra mengatakan, tekanan global seperti meningkatnya tensi geopolitik dan kebijakan bamk sentral AS, The Fed AS, yang diprediksi tidak akan menurunkan suku bunganya sampai bulan Maret dapat mempengaruhi ekonomi dalam negeri.
“Tapi Indonesia untungnya masih bisa berjalan baik, artinya domestic push kita dari sisi konsumsi itu kuat sekali,” ujarnya.
Pasar yang besar
Sementara itu, Deputi Kebijakan Strategis Kemenparekraf, Dessy Ruhati, mengungkapkan bahwa seiring pencapaian kunjungan wisatawan mancanegara yang melampauai target di tahun 2023–mencapai 11,7 juta kunjungan–terdapat pula kenaikan penanaman modal asing di sektor parekraf hingga 41,1 persen pada 2024.
“Yang paling positif di tahun ini, subsektor film, pertumbuhannya sangat positif setelah pandemi. Di tahun 2023, 55 juta penonton bioskop tercapai. Ini sebuah rekor juga, bahwa 20 judul film Indonesia mencapai rekor rerata 1 juta penonton di masing-masing judulnya,” kata Dessy. “Ini berarti subsektor film sangat menarik.”
Dengan penduduk yang terbesar di Asia Pasifik, menurut Dessy, Indonesia bisa pasar yang sangat menjanjikan bagi bisnis berbasis pembuatan konten, apalagi yang dijadikan sebagai IP. “Kami berharap, pasar kita yang terbesar di Asia Pasifik ini bisa terus berjalan,” ujarnya.