Harga Batu Bara Turun, Laba Adaro Energy (ADRO) Menyusut 34%
Produksi dan penjualan batu bara ADRO naik 5 dan 7% (yoy).
Fortune Recap
- PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengalami penurunan kinerja keuangan sepanjang 2023.
- Pendapatan ADRO turun 20% menjadi US$6,51 miliar, meski produksi dan penjualan naik.
- Beban pokok ADRO naik 15%, terutama karena kenaikan beban, kenaikan royalti batu bara kepada pemerintah dan pelemahan rata-rata harga batu bara.
Jakarta, FORTUNE - Emiten Pertambangan, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) membukukan penurunan kinerja keuangan sepanjang 2023. Penurunan itu sebagian besar disebabkan oleh pelemahan harga Batu Bara dan kenaikan sejumlah komponen beban, termasuk di antaranya kenaikan biaya royalti batu bara.
Dikutip dari laporan keuangan perusahaan, hingga 31 Desember 2023, ADRO mencatat pendapatan sebesar US$6,51 miliar atau Rp102,30 triliun (asumsi kurs Rp15.696 per dolar AS). Angka ini turun 20 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya US$8,10 miliar.
Kendati demikian, produksi dan penjualan perseroan naik secara tahunan masing-masing naik 5 dan 7 persen atau sebesar 65,88 juta ton dan 65,71 juta ton, melampaui target perseroan sebesar 62-64 juta ton. Peningkatan kinerja operasional ini pun diofset dengan penurunan rata-rata harga jual (ASP) sebesar 26 persen seiring harga batu bara kembali normal.
Di sisi lain, beban pokok ADRO penjualan naik 15 persen secara tahunan menjadi US$3.980 juta, terutama disebabkan oleh kenaikan biaya royalti kepada pemerintah yang dibayarkan PT Adaro Indonesia (AI) dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Diketahui, royalti kepada pemerintah naik 19 persen menjadi US$1,466 miliar, dari US$1,23 miliar, sedangkan beban pajak penghasilan turun 73 persen menjadi US$439 juta dari US$$1.645 juta. Setelah mendapatkan IUPKKOP pada September 2022, maka mulai 1 Januari 2023 perseroan menerapkan ketentuan perpajakan dan penghasilan negara bukan pajak (PNBP) sesuai aturan yang berlaku. IUPK-KOP telah meningkatkan tarif royalti ADRO ke rentang 14 sampai 28 persen dari tarif sebelumnya 13,5 persen.
Biaya penambangan dan biaya pemrosesan juga naik, akibat kenaikan volume. ADRO mencatat kenaikan 22% pada pengupasan lapisan penutup menjadi 286,35 juta bcm, dan nisbah kupas 4,35x, atau 16 persen lebih tinggi dibandingkan 2022 maupun target, namun masih sesuai dengan nisbah kupas umur tambang perusahaan.
Kenaikan beban ini, membuat laba kotor perseroan tergerus 45 persen menjadi US$2,53 miliar atau sekitar Rp39,80 triliun. EBITDA operasional perseroan juga turun 49 persen secara tahunan menjadi US$2,55 miliar dan penurunan laba inti 38 persen menjadi US$1,87 miliar pada 2023, sejalan dengan penurunan ASP dan kenaikan biaya.
Margin EBITDA operasional ADRO juga tertekan di level 39 persen dari sebelumnya 62 persen serta laba bersih US$1,66 miliar atau sekitar Rp26,09 triliun, turun 34 persen dibadningkan tahun sebelumnya sebesar US$2,49 miliar.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Energy Indonesia, Garibaldi Thohir mengatakan optimistis dengan pencapaian yang melampaui target tahun 2023, dengan skala volume produksi dan efisiensi operasional.
"Investasi pada bisnis-bisnis non batu bara termal juga memperlihatkan perkembangan yang baik, "katanya dalam keterangan dikutip Jumat (1/3).
Target kinerja 2024
Sepanjang tahun ini, perseroan menargetkan volume penjualan volume penjualan batu bara bisa mencapai antara 65 juta ton sampai 67 juta ton. Jika dirinci target tersebut terdiri dari 61 juta ton sampai 62 juta ton batu bara termal, dan 4,9 juta ton sampai 5,4 juta ton batu bara metalurgi dari anak usahanya, yakni Adaro Minerals (ADMR).
Tahun ini, Adaro Energi juga mengalokasikan belanja modal US$600 juta sampai US$700 juta, untuk mendanai kebituhan ekspansi termasuk investasi ekuitas pada proyek-proyek terkait kawasan industri di Kalimantan Utara.
Perusahaan menunjukkan progres di kawasan industri di Kalimantan Utara, d imana PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI), telah merampungkan pekerjaan penyelidikan tanah, perataan tanah, dan penimbunan untuk fasilitas tanur pembakaran di lokasi smelter aluminum.
Boy mengatakan, tahun ini perseroan memulai konstruksi smelter aluminium di kawasan industri di Kalimantan Utara, dan peletakkan batu pertama untuk pembangkit listrik tenaga air, juga di Kalimantan Utara. Selain itu, diversifikasi ke bisnis batu bara metalurgi juga mencapai hasil yang baik, dengan batu bara metalurgi meliputi 17 persen pendapatan ADRO di 2023.
"Dengan perkembangan-perkembangan ini, ia tetap optimistis terhadap prospek masa depan Grup Adaro dalam mendiversifikasi sumber pendapatan," katanya.