Indocement Kantongi Penjualan Semen Rp4,02 T di Kuartal I, Turun 3,8%
Laba bersih INTP pun tergerus 35%
Jakarta, FORTUNE - PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) membukukan pendapatan bersih Rp4,80 triliun pada kuartal I 2024, turun 3,8 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp4,24 triliun Penurunan penjualan itu pun akhirnya turut menekan laba bersih perseroan hingga anjlok 35,9 persen secara tahunan.
Manajemen perseroan mengatakan, penurunan penjualan itu tak lepas dari harga konsolidasi yang lebih rendah karena komposisi campuran produk. Terdapat peningkatan signifikan pada komposisi produk curah dari 25,4 persen pada kuartal I 2023 menjadi 30,6 persen pada kuartal I 2024 yang disebabkan oleh peningkatan pasokan ke ibu kota baru. Tingginya volume penjualan fighting brand juga berdampak pada harga konsolidasi secara keseluruhan.
Sedangkan secara volume, perseroan mencatat kenaikan baik dari penjualan semen maupun clinker dengan total 4.549 ribu ton, atau naik tipis 2 persen dibandingkan kuartal tahun lalu. Volume penjualan semen dalam negeri secara keseluruhan tercatat sebesar 4.479 ribu ton, lebih tinggi 4,1 persen terutama berasal dari tambahan volume PT Semen Grobogan.
"Hal ini menyebabkan pangsa pasar kami di dalam negeri (semen saja) mengacu pada data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menjadi 29,5 persen pada 2023 dengan Jawa 38,4 persen dan luar Jawa 20,4 persen," kata manajemen dalam keterangan, Senin (6/5).
Sedangkan di pasar Ekspor, penjualan INTP tercatat menurun. Penurunan penjualan ekspor clinker di kuartal I mengakibatkan penurunan penjualan ekspor secara keseluruhan sebesar 70 ribu ton.
Sejalan dengan turunnya penjualan, beban pokok pendapatan pun turun 2,3 persen dengan perolehan margin laba bruto sebesar 28,9 persen pada periode tersebut. Sedangkan, beban operasional perseroan yang meningkat 6,6 persen berasal dari kenaikan volume penjualan yang lebih tinggi dan penambahan operasional di Semen Grobogan termasuk peningkatan biaya pengiriman dan iklan. Sedangkan, pendapatan (beban) operasional lainnya yang lebih tinggi disebabkan oleh keuntungan nilai tukar pada kuartal I 2024 dibandingkan rugi kurs pada tahun lalu.
"Hal ini menghasilkan margin pendapatan operasional sebesar 7,7 persen dan EBITDA sebesar 16,8 persen di kuartal I 2024," kata manajemen.
INTP juga mencatat penurunan pendapatan keuangan sebesar 194,6 persen disebabkan oleh beban bunga utang yang timbul pada saat akuisisi Grobogan. Beban Pajak Penghasilan (neto) turun 38 persen karena penurunan laba.
Dengan turunnya penjualan disertai kenaikan beban ini pada akhirnya INTP hanya meraih laba bersih Rp238,0 miliar pada kuartal I 2024. Angka ini turun 35,9 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp371 miliar.
Outlook 2024
Meski mencatat penurunan kinerja keuangan, perseroan optimistis kinerja akan membaik ke depan terdorong meningkatnya permintaan pasar semen.
"Kami memperkirakan permintaan semen akan meningkat pada periode mendatang dan diperkirakan permintaan semen akan tumbuh sebesar 2–3 persen pada 2024. Kami masih mengharapkan pertumbuhan semen curah akan lebih tinggi dibandingkan penjualan semen kantong," kata manajemen.
Berdasarkan wilayah, Jawa masih menyumbang sebagian besar penjualan. Sedangkan berdasarkan jenisnya, 71 persen penjualan masih dikontribusi dari penjualan semen kantong yang biasanya digunakan untuk segmen ritel dan properti.
Adapun, 29 persen sisanya berasal dari semen curah yang dipakai untuk proyek infrastruktur termasuk di antaranya untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN), Proyek Mass Rapid Transit (MRT) atau pembangunan pelabuhan.
"Kami berharap konsumsi semen masih bisa tumbuh lebih baik di semester kedua atau setelah lebaran. Memang kalau dilihat pertumbuhan sampai Februari masih 0,5 persen atau masih di bawah 1 persen. Tp kami percaya konsumsi masih bisa tumbuh 1-2 persen," kata Presiden Direktur Indocement, Christian Kartawijaya, Maret lalu.
Untuk menunjang ekspansi dan operasional bisnis, perusahaan menganggarkan belanja modal atau capex sebesar Rp1 triliun. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp2,5 triliun seiring tidak adanya akuisisi yang dilakukan tahun ini.