Pasar IPO Asia Tenggara Lesu di 2024, Bagaimana Prospek Indonesia ?
Pertama kalinya, IPO RI tak masuk 10 besar Asia Tenggara.
JAKARTA, FORTUNE — Selama 10,5 bulan pertama 2024, pasar modal penawaran umum perdana (IPO) di Asia Tenggara mencatatkan 122 IPO dan berhasil mengumpulkan sekitar US$3 miliar. Meskipun dari sisi jumlah IPO tetap sehat, namun total dana yang terkumpul merupakan yang terendah dalam sembilan tahun.
Realisasi IPO sepanjang periode berjalan 2024 juga mengalami penurunan dari US$5,8 miliar yang diperoleh melalui 163 IPO pada tahun lalu.
Menurut riset Deloitte, kawasan ini mengalami penurunan aktivitas IPO dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang disebabkan berkurangnya daftar IPO bernsilai besar. Pada 2024, hanya satu IPO yang mengumpulkan lebih dari US$500 juta, sementara pada 2023 ada empat IPO dengan jumlah dana yang sama.
Meskipun ketidakpastian ekonomi global yang diperparah dnegan perubahan politik, pada turut menciptakan tantangan bagi pasar modal di seluruh dunia, Malaysia menjadi titik terang di Asia Tenggara. Negara ini memimpin kawasan dalam ketiga metrik utama: jumlah IPO, total dana yang terkumpul dari IPO, dan kapitalisasi pasar IPO.
TAY Hwee Ling, Accounting & Reporting Assurance Leader, Deloitte Southeast Asia mengungkapkan, pasar IPO di Asia Tenggara menghadapi tantangan regional yang signifikan pada 2024, termasuk fluktuasi mata uang, perbedaan regulasi antar pasar, dan ketegangan geopolitik yang memengaruhi perdagangan dan investasi.
"Tingginya suku bunga di seluruh ekonomi ASEAN semakin membatasi pinjaman korporasi, yang berdampak pada aktivitas IPO, karena banyak perusahaan memilih untuk menunda pencatatan saham publik," katanya dalam keterangan dikutip Rabu (20/11).
Selain itu, volatilitas pasar di antara mitra dagang utama mempengaruhi kepercayaan investor, sementara perbedaan persyaratan regulasi di berbagai negara Asia Tenggara menciptakan kompleksitas bagi perusahaan yang ingin melakukan pencatatan lintas batas.
Perusahaan yang ingin mencatatkan saham di luar negeri harus mempertimbangkan pasar yang mewakili segmen pertumbuhan inti bagi bisnis mereka, di mana investor dapat lebih memahami dan mengevaluasi model bisnis mereka, dan di mana banyak perusahaan sejenis terdaftar.
"Mereka juga harus mempertimbangkan pasar mana yang memiliki keahlian analis sektor khusus untuk menarik investor di sektor mereka." katanya.
Sektor penopang
Industri Konsumer di Asia Tenggara tengah mengalami transformasi besar seiring dengan perubahan perilaku konsumen, yang mengarah pada meningkatnya persaingan antara pemain lokal, regional, dan global.
Perubahan ini didorong oleh pertumbuhan PDB kawasan yang pesat, yang menyebabkan pertumbuhan kelas menengah yang semakin besar dan makmur, dengan daya beli tinggi.
Seiring dengan peningkatan pendapatan, konsumen kini berada dalam posisi yang lebih baik untuk membuat pilihan yang lebih selektif, memilih produk premium, dan mencari pengalaman baru yang lebih unik.
Sementara sektor energi dan sumber daya, khususnya sektor energi terbarukan, terus menjadi fokus utama di Asia Tenggara, mengingat kawasan ini harus mengatasi trilemma ketahanan energi, pemerataan, dan keberlanjutan lingkungan.
Di tengah transisi menuju sumber daya yang lebih berkelanjutan, kawasan
ini juga berusaha menyeimbangkan kebutuhan untuk memenuhi permintaan energi yang terus meningkat.
Tren IPO Indonesia
Pasar IPO Indonesia mencatatkan penurunan signifikan, dengan 39 IPO yang mengumpulkan dana sebesar US$368 juta pada 2024, dibandingkan dengan 79 IPO yang mengumpulkan US$3,6 miliar sepanjang 2023.
Perusahaan-perusahaan kecil meluncurkan IPO dengan target penggalangan dana yang lebih konservatif karena 2024 merupakan tahun pemilu di Indonesia, dengan
ketidakpastian yang semakin diperburuk oleh tantangan pasar global.
Di antara 10 IPO teratas berdasarkan dana yang terkumpul, sembilan di antaranya berasal dari sektor konsumer dan energy & sumber daya.
IPO produk konsumer menawarkan stabilitas di tengah masa ketidakpastian karena basis konsumen yang besar di negara ini. Sektor energi dan sumber daya bersama
dengan industri-industri pendukungnya, terus menjadi penopang utama pada pasar IPO Indonesia tahun ini, meskipun jumlah pencatatan saham menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.