Dikunjungi Wamenaker, Bos Sritex: Tak Ada Niat Menutup Pabrik
Tengah melakukan efisiensi di tengah tekanan kinerja.
Fortune Recap
- Pemerintah kunjungi pabrik Sritex yang dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang.
- Direktur Utama Sritex menyatakan efisiensi bisnis karena sepinya pembeli, bukan kebangkrutan.
- Utilisasi pabrik Sritex saat ini berada pada level 65 persen, mengalami perburukan sejak pandemi Covid-19.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengunjungi lokasi pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex di kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (28/10). Hal ini menyusul dengan dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah, pada 21 Oktober lalu.
Putusan itu diambil menyusul gugatan pembatalan perdamaian yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon kepada Sritex dan anak perusahaannya PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya lantaran dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran. SRIL diketahui memang mempunyai utang dengan PT Indo Bharat Rayon sebesar Rp101,3 miliar.
Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyatakan efisiensi yang dilakukan perusahaan berdasarkan keputusan bisnis karena sepinya pembeli, bukan atas dasar kebangkrutan. Perusahaan pun tidak berniat menutup pabrik.
"Fokus kami ke depan, ingin terus beroperasi, bukan niat kami untuk menutup pabrik ini. Karena melihat operasional dan kondisi keuangan selama dua tahun terakhir juga mengalami perbaikan, " kata dia dalam keterangan resmi, Selasa (29/10).
Pada kunjungannya ke Kemenperin diungkapkan, saat ini utilisasi pabrik Sritex masih berada pada level 65 persen. Capaian itu terbilang membaik jika dibandingkan pada kondisi pandemi Covid-19, utilisasi perusahaan hanya berkisar 40 persen.
Kondisi keuangan Sritex mengalami perburukan sejak 2021 menyusul masa pandemi Covid-19. Hal itu terlihat pada laporan keuangan pada periode tersebut, ketika perseroan mencatatkan rugi bersih sebesar US$1,08 miliar.
Sebelum pandemi, kinerja keuangan SRIL terbilang positif dengan laba bersih tertinggi sempat diraih sebesar US$87,65 juta pada 2019.
Namun, dalam perjalanannya rugi itu semakin menipis, meski tetap tercatat minus sampai paruh pertama 2024. Rugi perseroan pada 2022 mencapai US$395,56 juta, lantas menipis pada US$ 2023 menjadi US$174,84 juta, dan pada semester I-2024 menjadi US$25,73 juta.
Disepakati tidak ada PHK
Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, menegaskan pemerintah tidak akan membiarkan sektor tekstil seperti Sritex lumpuh, bahkan tidak boleh ada satu pun Industri Tekstil mati.
"Bagaimanapun pekerjaan itu hak dasar yang harus dipenuhi dan negara tak boleh abai terhadap persoalan ini, " katanya.
Dia pun memastikan tidak ada PHK terhadap pekerja di Sritex.
“Hal ini disepakati pihak manajemen yang diwakili Iwan Kurniawan Lukminto sebagai owner Sritex," katanya.