Produsen Indomie (ICBP) Bantah Ada Kelangkaan Bahan Baku Terigu
Nyatanya persediaan masih normal.
Fortune Recap
- Produsen mi instan Indomie membantah kabar kelangkaan bahan baku tepung terigu yang mengancam produksi bisnis intinya.
- Ketua Umum Asosiasi Produsen Terigu Indonesia menyatakan ketersediaan premiks fortifikan hanya cukup hingga Juni 2024, berpotensi menimbulkan risiko kelangkaan dan kenaikan harga tepung terigu.
- Kebijakan impor premiks fortifikan yang semula hanya dengan LS (Laporan Surveyor) kini harus memakai Persetujuan Impor (PI) dan LS, mengganggu penyediaan premiks fortifikan untuk memproduksi tepung terigu.
Jakarta, FORTUNE – Produsen mi instan Indomie, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), membantah kabar kelangkaan bahan baku tepung Terigu yang dapat mengancam produksi bisnis intinya.
Sanggahan itu disampaikan Corporate Secretary Indofood CBP Sukses Makmur, Gideon A. Putro. dalam surat tanggapan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), kemarin (22/4).
Perusahaan itu menyampaikan hingga saat ini persediaan bahan baku tepung terigu masih dalam kondisi normal.
“Perseroan akan terus memantau pekembangan peraturan terkini, serta berkoordinasi dengan pemasok, asosiasi industri, serta badan pemerintah terkait," kata Gideon.
Ketika dimintai penjelasan mengenai dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, dia mengatakan kebijakan ini belum berdampak secara material.
Keluhan pelaku usaha terkait impor
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo), Franciscus Welirang, mengatakan ketersediaan premiks fortifikan dari setiap anggota industri terigu nasional hanya cukup untuk periode April hingga Juni 2024.
Sebab, penerapan kebijakan dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor telah diubah ke Permendag No.3/2024.
“Jika belum ada solusi pengadaan premiks fortifikan sampai dengan April ini, hampir bisa dipastikan pasokan tepung terigu nasional akan berkurang lebih dari 50 persen," kata Fransiscus dalam keterangannya, Rabu (17/4).
Aturan mengenai impor premiks fortifikan yang semula hanya dengan LS (Laporan Surveyor) kini menjadi harus memakai Persetujuan Impor (PI) dan LS.
Ketentuan baru itu, ujarnya, mengganggu penyediaan premiks fortifikan yang dibutuhkan untuk memproduksi tepung terigu.
Selain risiko kelangkaan, akan ada potensi pula pada kenaikan harga tepung terigu.
Padahal, penggunaan premiks fortifikan menyesuaikan dengan aturan Peraturan Menteri Perindustrian No.1/2021 tentang Pemberlakuan SNI Tepung Terigu sebagai bahan Makanan Secara Wajib.
Franky menyatakan pihaknya tidak mungkin memasarkan tepung terigu ke masyarakat tanpa bahan tersebut. Karena hal tersebut adalah aturan wajib untuk memenuhi hak-hak konsumen, yang jelas tidak boleh dilanggar.
"Kami industri tepung terigu nasional yang taat konstitusi,” katanya.