MARKET

Efek Konflik Timur Tengah Berlanjut, Rupiah Dekati Level Rp15.700

Tren pelemahan masih berlanjut seiring eskalasi konflik naik

Efek Konflik Timur Tengah Berlanjut, Rupiah Dekati Level Rp15.700Ilustrasi Bank Indonesia dalam Uang/Shutterstock E.S Nugraha
07 October 2024

Fortune Recap

  • Rupiah melemah 1,29 persen menjadi Rp15.685 per dolar AS dalam sepekan terakhir.
  • Konflik Timur Tengah memanas antara Iran, Israel, dan Lebanon memicu penguatan dolar AS sebagai aset safe haven.
  • Data non-farm payrolls AS menunjukkan ketenagakerjaan solid, ekspektasi pasar The Fed akan mengurungkan kebijakan pemangkasan suku bunga lebih besar.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah dalam sepekan terakhir. Pada hari ini, Senin (7/10), Kurs Rupiah anjlok 1,29 persen menjadi Rp15.685 per dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebut sentimen eksternal pelemahan rupiah datang dari konflik Timur Tengah yang memanas.

Paska serangan Iran ke Israel sebelumnya, AS sedang mendiskusikan dukungan kepada Israel untuk menyerang fasilitas minyak Iran sebagai balasan atas serangan rudal Teheran terhadap Israel

Sementara itu, militer Israel menyerang Beirut dengan serangan udara baru dalam pertempurannya melawan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah.

Ketegangan eskalasi konflik di Timur Tengah tersebut menjadi pendorong penguatan dolar AS sebagai aset safe haven.

Di sisi lain, data non-farm payrolls (NFP) AS yang dirilis Jumat pekan lalu menunjukkan kondisi ketenagakerjaan di negeri Paman Sam tersebut masih solid, yakni 254 ribu pada September 2024, lebih tinggi dibanding 159 ribu pada bulan sebelumnya.

Melalui data tersebut, ekspektasi pasar melihat The Fed akan mengurungkan kebijakan pemangkasan suku bunga lebih besar.

Pada sentimen domestik, pasar terus mengamati deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024. Data tersebut memperlihatkan masyarakat kelas menengah mengalami penurunan daya beli.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia justru turun kelas dalam lima tahun terakhir, menjadi hanya 47,85 juta. Situasi tersebut tak lepas dari kebijakan pemerintah yang lebih menggenjot investasi di sektor padat modal seperti tambang ketimbang padat karya yang membuka lapangan kerja baru.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.