Sepekan Jelang Prabowo Dilantik, Rupiah Diprediksi dalam Tren Menguat
Rupiah diprediksi menguat hingga Rp15.500
Fortune Recap
- Nilai tukar rupiah diperkirakan menguat menjelang pelantikan Prabowo dan Gibran
- Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi melebihi 5 persen hingga 2025
- Faktor internal dan eksternal mempengaruhi penguatan dan pelemahan nilai tukar rupiah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi dalam tren penguatan sepekan menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan, sentimen domestik berdasarkan prediksi dari Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), maupun Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 dan 2025 akan melebihi 5 persen.
Ia menyoroti, proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut merujuk atas kondisi ekonomi Indonesia di Asia Tenggara yang relatif stabil.
Dalam hal ini, pertumbuhan data ekonomi Indonesia dinilai cukup positif. Meskipun mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tetap stabil di kisaran 5 persen-5,1 persen.
Kondisi tersebut mendorong pelaku pasar dan investor kembali masuk ke pasar domestik. Faktor internal ini juga berkontribusi pada penguatan kembali nilai tukar rupiah.
Pada sentimen eksternal, Bank sentral Amerika Serikat atau The Fed, diperkirakan akan kembali menurunkan suku bunga acuannya, Fed Funds Rate (FFR), pada November 2024. Potensi penurunan ini berkisar antara 25 hingga 50 basis poin.
Pada awal perdagangan Senin (14/10), rupiah dibuka melemah 32 poin atau 0,21 persen menjadi Rp15.610. Pada penutupan awal pekan ini diprediksi akan melaju positif ke level Rp15.500 per dolar AS.
Tak senada dengan Ibrahim, Pengamat Pasar Keuangan Lukman Leong memperkirakan bahwa rupiah akan mengalami pelemahan terhadap dolar AS setelah data produsen AS dirilis dengan angka yang lebih tinggi dari ekspektasi.
"Rupiah diperkirakan akan dibuka melemah terhadap dolar AS yang menguat setelah data inflasi produsen AS lebih tinggi dari perkiraan," kata Lukman dikutip dari IDN Times, Senin (10/10).
Selain itu, rupiah juga menghadapi tekanan dipicu oleh pengumuman stimulus ekonomi China yang belum memberikan kepastian terhadap investor.