Antam Bagi Dividen Rp3,1 Triliun, 100 Persen dari Laba Bersih
Indikasi dividen yield ANTM tahun ini sebesar 8,1 persen.
Fortune Recap
- RUPS ANTM menyetujui dividen tahun buku 2023 Rp3,1 triliun atau Rp128 per saham, setara dengan 100% dividend payout ratio.
- Saham ANTM naik 3,99% ke Rp1.575 per lembar pasca pengumuman dividen. Laba ANTM turun 19,37%, penjualan emas turun 17,36%, nikel naik 60,88%.
- Laba usaha ANTM turun 33,50% menjadi Rp2,62 triliun; proyeksi setoran dividen BUMN pada 2024 tetap sebesar Rp80,2 triliun.
Jakarta, FORTUNE - Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menyetujui pembagian dividen tahun buku 2023 senilai Rp3,1 triliun atau Rp128 per saham. Jumlah tersebut setara dengan 100 persen dividend payout ratio.
Mendekati waktu pengumuman dividen dalam RUPS yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, tersebut, saham ANTM mengalami penguatan 3,99 persen ke Rp1.575 per lembar hingga akhir perdagangan sesi I pada Rabu (8/5).
Jika mengacu pada harga tersebut, maka indikasi dividend yield ANTM tahun ini mencapai 8,1 persen.
Pada 2023, ANTM membukukan laba Rp3,08 triliun atau lebih rendah 19,37 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp3,82 triliun.
Dari sisi top-line, emiten pelat merah tersebut mengalami penurunan penjualan 10,65 persen dari Rp45,93 triliun pada 2022 menjadi Rp41,04 triliun pada 2023.
Penjualan perseroan masih didominasi oleh emas dengan capaian Rp26,12 triliun atau mengalami penurunan 17,36 persen dari Rp31,62 triliun pada 2022. Kemudian, penjualan bijih nikel mengalami kenaikan 60,88 persen menjadi Rp8,31 triliun dari sebelumnya Rp5,19 triliun.
Sementara itu, penjualan feronikel turun 91,99 persen menjadi Rp4,55 triliun dari sebelumnya Rp56,85 triliun; penjualan alumina turun 6,87 persen menjadi Rp1,22 triliun dari Rp1,31 triliun; dan penjualan bijih bauksit mencapai Rp466,96 miliar atau turun 24,44 persen dari Rp618,48 miliar.
Kemudian, penjualan perak turun 12,71 persen menjadi Rp105,08 miliar dari sebelumnya Rp120,34 miliar; dan penjualan logam mulia lainnya turun menjadi Rp41 juta atau turun 84,91 persen dari sebelumnya Rp265 juta.
Nilai penjualan bersihnya mencapai Rp41,05 triliun dan disumbang oleh penjualan bersih domestik yang mencapai Rp35,37 triliun atau 86 persen dari total penjualan bersih Antam.
"Hal tersebut sejalan dengan strategi perusahaan untuk memperkuat pelanggan di dalam negeri pada produk-produk emas, bijih nikel dan bauksit," demikian keterangan perseroan yang dikutip Senin (1/4).
Meskipun begitu, beban pokok penjualan Antam berhasil ditekan menjadi Rp34,73 triliun dari sebelumnya Rp37,71 triliun pada 2022, atau mengalami penurunan 7,90 persen.
Beban usaha turun menjadi Rp3,69 triliun dari sebelumnya Rp4,26 triliun, mengalami penurunan 13,38 persen.
Akibatnya, laba usaha turun menjadi Rp2,62 triliun dari Rp3,94 triliun pada 2022 atau turun 33,50 persen.
Antam membukukan penghasilan lain-lain Rp1,23 triliun atau turun tipis dari 2022 yang sebesar Rp1,27 triliun.
Sementara itu, beban pajak penghasilan turun menjadi Rp776,83 miliar dari sebelumnya Rp1,39 triliun.
"ANTM dapat menjaga profitabilitas dengan laba kotor sebesar Rp6,31 triliun dan laba usaha sebesar Rp2,62 triliun. Pada tahun 2023, ANTM mencapai nilai laba bersih per saham dasar sebesar 128,07 per saham dasar," demikian keterangan dari perusahaan.
Target dividen 2023
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan potensi setoran dividen perusahaan pelat merah pada 2024 mencapai Rp80,2 triliun, yang terdiri dari setoran dividen BUMN Tbk Rp53,7 triliun dan BUMN non-Tbk sebesar Rp26,5 triliun.
"Tidak bisa yang namanya dividen ini bergantung hanya Himbara [Himpunan Bank Negara], tetapi kami mendorong kelompok-kelompok usaha lain untuk bisa melakukan dividen yang baik sehingga angka-angka ini bisa terjaga," ujarnya dalam Rapat kerja di Komisi VI DPR tahun lalu.
Taksiran setoran dividen BUMN tersebut tidak mengalami pengubahan dibandingkan dengan target 2023 yang juga sebesar Rp80,2 triliun.
Menurut Erick, proyeksi setoran dividen 2024 juga mempertimbangkan kondisi perekonomian global serta mulai menurunnya harga-harga komoditas.
"Kita lihat data-data komoditas sudah mulai menurun dan juga situasi tekanan global kalau kita lihat beberapa negara sendiri masih mengalami tentu inflasi tinggi dan supply chain yang terganggu. Tetapi, kami tetap di Kementerian BUMN paling tidak berusaha menyamakan dividen yang kami berikan seperti tahun ini sebenarnya walaupun cukup berat," kata Erick.