BEI Kembangkan Empat Fitur Bursa Karbon
BEI tunggu izin OJK terkait penyelenggaraan bursa karbon.
Jakarta, FORTUNE - Bursa Efek Indonesia (BEI) memantapkan langkahnya untuk menjadi penyelenggara perdagangan karbon. Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BEI, Ignatius Denny Wicaksono, mengatakan saat ini perusahaannya tengah mengembangkan bursa karbon yang nantinya dapat dimanfaatkan pelaku usaha lintas sektor.
"Bursa Efek Indonesia akan mengajukan lisensi atau memohon persetujuan izin sebagai penyelenggara perdagangan karbon di Indonesia. Sembari menunggu izin, kami juga sedang mengembangkan infrastrukturnya," ujarnya dalam peluncuran perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik, Rabu (22/2).
Ignatius mengatakan bursa karbon yang diselenggarakan BEI akan dikembangkan dengan empat fitur.
Pertama, mekanisme lelang yang diselenggarakan pemerintah atau regulator. Misalnya, jika volume kredit karbon dari peserta mandatori perdagangan karbon di PLTU seret karena tidak ada yang mau menjual kelebihan kuota emisinya, Kementerian ESDM dapat memberikan allowance atau kredit karbon tambahan untuk mengontrol harga tidak terlalu tinggi.
Namun, pihak yang ingin mendapatkan "suntikan" kredit karbon atau kuota emisi tambahan itu harus mengikuti mekanisme lelang. "Dalam penetapan harga pertama, itu biasanya dilakukan auction dulu. Saya mengeluarkan barang misalnya PTBAE PU sebesar 50.000 ton. Silakan penawarnya menyampaikan bidding-nya," jelas Ignatius.
Kedua adalah regular trading yang akan dibuka untuk seluruh pelaku usaha. "Nanti kita akan buat beberapa jenis instrumen. Tidak selalu spesifik per proyek, tapi akan ada beberapa instrumen saja, yang kita harapkan bisa dipertukarkan antara instrumen tersebut," kata Ignatius
Contohnya, persetujuan teknis batas atas emisi pelaku usaha (PTBAE PU) untuk pembangkit yang dikeluarkan pada 2023 dapat dipertukarkan dengan PTBAE-PU lain yang juga diterbitkan pada tahun yang sama. Mekanismenya sama seperti pasar saham tempat harga dapat dipantau secara mutakhir.
"Di sini akan ada order book, yang mau jual di harga berapa, yang mau beli di harga berapa. Biasanya di sini transparansi harga terlihat," ujarnya.
Fitur selanjutnya adalah pasar negosiasi. Dalam fitur ini, penjual dan pembeli kredit karbon dapat berdagang di luar bursa, kemudian melaporkannya untuk bisa tercatat ke dalam sistem bursa.
Terakhir, fitur marketplace tempat pembeli dapat mendapatkan informasi secara jelas proyek-proyek kredit karbon yang dapat mereka beli. "Biasanya ini untuk sertifikat pengurangan emisi gas rumah kaca (SPE GRK)," katanya.
Fitur-fitur tersebut nantinya dapat digunakan pada dua jenis pasar. Pertama, pasar yang akan memfasilitasi transaksi pada subsektor yang sama. Contohnya, antar pembangkit listrik yang terlibat mandatori perdagangan karbon berdasarkan Peraturan Menteri ESDM nomor 16 tahun 2022.
Dua jenis pasar
"Untuk yang dari Kementerian ESDM akan menggunakan ini, dimana PTBAE PU ataupun SPE GRK yang dijual hanya diperuntukkan untuk satu subsektor tertentu dalam hal ini subsektor ketenagalistrikan," kata Ignatius.
Kedua, perdagangan antara subsektor. Ini dimungkinkan jika subsektor lain seperti transportasi hingga kehutanan mengeluarkan mandatori serupa. Tiap peserta perdagangan karbon di subsektor tersebut, bisa membeli karbon dari subsektor lain dengan bursa ini.
"Nanti ketika pasarnya sudah berkembang, akan banyak subsektor-subsektor lain dan SPE GRK dapat diperdagangkan atau ditukarkan antara subsektor, pasar ini akan kami buka juga sehingga nanti pembeli maupun penjual dapat lebih luas lagi tergantung kebijakan yang dikeluarkan," imbuhnya.
Dalam waktu dekat, lanjut Ignatius, BEI akan menerbitkan peraturan terkait mekanisme perdagangan karbon yang bersandar pada Undang-Undang (UU) nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon serta aturan turunannya.
Selain itu, BEI juga akan memperhatikan aturan OJK tentang perdagangan sekunder yang berkaitan dengan nilai ekonomi karbon di bursa. "Kita sama-sama menunggu nanti akan diterbitkan peraturan OJK tentang perdagangan karbon," ujarnya.
Menurut Ignatius, bursa karbon diperlukan sebagai langkah transparansi harga. Sebab, mekanismenya akan mirip seperti perdagangan saham yang selama ini diselenggarakan BEI.
"Karena nanti siapa yang berdagang, di harga berapa, walaupun namanya tidak ditampilkan, tapi kita tahu kira-kira misalnya harga kredit karbon unit ketenagalistrikan sekarang di harga fair value-nya berapa. Jadi ketika jual beli cukup cek, lalu ketika butuh untuk menjual atau membeli kita tinggal melakukan kuotasi. Itu yang akan membuat supply-demand dan memunculkan transparansi harga," katanya.