Nikel Dominasi Pendapatan, MDKA Tak Lagi Cuma Copper & Gold
2024-2026 jadi tahun-tahun kritikal bagi MDKA.
Fortune Recap
- MDKA harus memikirkan ulang nama perusahaan karena kontribusi nikel terhadap pendapatan mencapai 77,83% dari tahun sebelumnya
- MDKA mengembangkan enam aset penting yang dapat mendorong pertumbuhan pendapatan di masa depan, termasuk smelter RKEF MBMA
- Merdeka Baterai Material berhasil melantai di bursa dan berhasil menghimpun dana hingga Rp9,2 triliun, sebagian besar dialokasikan kepada investor institusi
Jakarta, FORTUNE - Manajemen PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) nampaknya harus mulai memikirkan ulang nama baru bagi perusahaan. Pasalnya, kata "copper" dan "gold" yang tersemat pada namanya tak lagi presisi untuk menggambarkan emiten yang terafiliasi Saratoga Investama Sedaya dan Garibaldi "Boy" Thohir tersebut.
Tengok saja laporan keuangan 2023 MDKA, yang menunjukkan peningkatan signifikan kontribusi Nikel terhadap pendapatan perusahaan yang mencapai US$1,706 miliar—naik 96,20 persen dari US$869,87 juta di tahun sebelumnya.
Secara total, pendapatan segmen operasi proyek nikel mencapai US$1,32 miliar, melonjak drastis dari tahun sebelumnya yang sebesar US$422,04 juta. Dus, kontribusi segmen nikel terhadap pendapatan perseroan juga melonjak menjadi 77,83 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 48,52 persen.
Meski demikian, Direktur Utama MDKA Albert Saputro menilai kondisi tersebut belum cukup ajek dan mapan. Sebab, dalam jangka menengah dan panjang kontribusi masing-masing segmen operasi akan berubah seiring dengan optimalisasi aset-aset perseroan lainnya. "Setiap tahun akan bergerak (pendapatannya). Tapi harapannya antara nikel, gold dan copper di ke depan kontribusinya hampir sama," ujar Albert kepada Fortune Indonesia.
Merdeka Copper Gold memang unik. Perusahaan ini berdiri dengan mengakuisisi tambang yang sudah ada sebelumnya pada 2014. Lima tahun setelahnya, Merdeka bisa menjalankan dua operasi utama, yakni tambang emas Tujuh Bukit di Banyuwangi dan tambang tembaga wetar di Maluku—di samping gencar melakukan studi-studi eksplorasi mineral yang sedang berjalan.
Kini, perusahaan dengan aset bersih terbesar kedua dalam portofolio Saratoga–mencapai Rp10,1 triliun pada 2020–tersebut akan menjalani transisi penting untuk menjadi perusahaan yang lebih besar.
Saat ini MDKA mengembangkan enam aset penting yang dapat mendorong pertumbuhan pendapatan di masa depan. Tiga di antaranya merupakan aset produksi (production assets), yakni Merdeka Battery Materials (MBMA), Tambang Emas Tujuh Bukit, dan Tambang Tembaga Wetar; serta tiga lainnya merupakan aset pertumbuhan (growth asset) yakni Proyek Tembaga Tujuh Bukit, Acid Iron Metal (AIM) dan Tambang Emas Pani.
Kenaikan pendapatan dari segmen operasi nikel sendiri didorong oleh beroperasinya tiga smelter RKEF MBMA hingga akhir tahun lalu. Smelter RKEF pertama dan kedua yang dibangun oleh Tsingshan Grup dan beroperasi di bawah bendera PT Cahaya Smelter Indonesia (CSID) dan PT Bukit Smelter Indonesia (BSID) telah memproduksi Nickel Pig Iron (NPI) dari bijih saprolit sejak awal 2020. Dalam setahun, keduanya mampu menghasilkan masing-masing 19.000 ton nikel dalam NPI per tahun.
Kemudian, pada medio akhir 2023, MBMA resmi mengoperasikan smelter ketiganya di bawah bendera PT Zhao Hui Nickel (ZHN), dengan kapasitas terpasang sebesar 50.000 ton nikel dalam NPI per tahun.
Adapun smelter HPAL yang nanatinya akan berada di bawah MBMA, dan akan bekapasitas 30.000 ton nikel dalam MHP per tahun, ditargetkan bisa beroperasi dalam dua tahap dengan sistem turn-key, di mana komisioning tahap 1 dan dua masing-masing pada pertengahan 2024-2025.
"Tahun ini proyek yang akan selesai itu adalah HPAL dan AIM, tentunya komposisi pendapatan gold and copper akan lebih kecil. Akan turun. Tahun depan, waktu Pani beroperasi akhir tahun 2025 mungkin masih sama. Tapi di 2026 mungkin komposisi gold and copper akan meningkat lagi," jelasnya kepada Fortune Indonesia.
Fase kritikal
Menurut Albert, MBMA merupakan aset penting yang membuka banyak peluang untuk pertumbuhan persuahaan. Apalagi, permintaan global untuk nikel sangatlah tinggi mengingat perannya dalam elektrifikasi dan energi bersih.
Namun, untuk mengembangkan aset berkualitas tersebut, MDKA membutuhkan modal yang cukup besar. Di MBMA sendiri, terdapat empat proyek yang tengah dikembangkan. Selain HPAL dan AIM, dua lainnya adalah peningkatan jalan angkut dan feed preparation plant (FPP) Huayouo dan Tambang SCM yang diharapkan bisa menghasilkan hingga enam juta metrik basah (wmt) bijih saprolite per tahun pada akhir 2024.
Karena itu, usai menuntaskan pengambilalihan MBMA--sebelumnya bernama PT Hamparan Logistik Nusantara--pada 2022, proses spin off dikebut untuk bisa menjaring dana dari pasar modal via IPO. Pada April 2023, sesuai target yang diharapkan, Merdeka Baterai Material melantai di bursa dan berhasil menghimpun dana hingga Rp9,2 triliun–lebih tinggi dari rencana awal Rp7,95 triliun.
Menariknya, sebagian besar saham MBMA dialokasikan kepada investor institusi. Hal ini, kata Albert, tak lepas dari aset pertambangan nickel terintegrasi MBMA dengan sumber cadangan yang cukup besar. “Memang salah satu kuncinya adalah aset yang dimiliki sendiri. Cadangan di tambang nikel kami itu salah satu yang terbesar global. Itu akan mempermudah kita untuk melanjutkan proses hilirisasi, karena suplai bisa diamankan, Sehingga itu salah satu key selling point yang kita waktu itu tawarkan,” jelsnya.
Dengan selesainya berbagai aksi korporasi tersebut, Albert menilai bahwa MDKA kini berada dalam fase kritikal untuk membuktikan keberhasilannya bertransisi menjadi grup pertambangan terintegrasi. Sebab, hampir seluruh akuisisi MDKA tersebut menyasar aset-aset yang relatif baru (greenfield). Jika pengembangannya bisa sesuai dengan trajectory yang telah ditetapkan, MDKA akan memiliki enam proyek besar yang mendorong perusahaan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.
“Ini 3-4 tahun terpenting karena ya kita harus transisi dari operasi tambang yang cuma ada dua di Banyuwangi dan di Wetar dengan cadangan yang relatifly umurnya lebih terbatas ke tambang multi dekade. Itu yang kita lakukan kenapa 3-4 tahun itu adalah tahun yang paling kritikal,” jelasnya.
Selain itu, dengan berhasil membuktikan rekam jejaknya dalam mengakuisisi, mengembangkan dan mengoperasikan proyek tambang di Indonesia, Albert membayangkan bahwa di masa depan, Grup Merdeka dapat selalu menjadi pilihan bagi siapapun yang ingin bekerja sama. “Konsep kami terutama itu partnership. Jadi memang itu yang kami selalu kedepankan. We want to be the partner of choice.”