Depresiasi Rupiah Bawa Berkah Bagi Emiten di 3 Sektor Ini
Sektor perkebunan menjadi salah satu yang mendapat untung.
Jakarta, FORTUNE – Pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) membayangi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Depresiasi rupiah berdampak terhadap perekonomian Indonesia, tapi juga emiten pasar modal.
Hal tersebut ersebut tak hanya menyebabkan pembengkakan beban, tapi juga membawa berkah bagi beberapa emiten.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate per Kamis (7/7), kurs rupiah kembali ke level Rp14.986 per dolar, setelah sempat mencapai Rp15.015 kemarin—paling tinggi sejak hari pertama Juli 2022.
Di tengah situasi tersebut, sejumlah sektor emiten pasar modal justru berpeluang mendapat berkah. “(Momen ini adalah) keuntungan bagi mereka yang punya eksposur besar di ekspor,” ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus kepada Fortune Indonesia.
Emiten sektor perkebunan
Nico mengatakan, beberapa emiten yang memiliki ekpsosur besar di bidang ekspor salah satunya adalah mereka yang bergerak di bidang ekspor komoditas seperti emiten perkebunan. Indonesia diuntungkan, karena merupakan pengekspor komoditas terbesar dan cukup aktif.
Analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova menambahkan, harga acuan komoditas, tingkat persediaan, dan tingkat permintaan akan memberi keuntungan. Ambil contoh, komoditas CPO, meskipun saat ini persediaannya masih relatif tinggi dan harga acuan CPO di bursa Malaysia masih dalam tren melemah.
“Itu tercermin pada harga saham emiten CPO yang terkoreksi sehingga berkah pelemahan rupiah masih belum terlihat,” jelasnya.
Beberapa contoh emiten di sektor perkebunan, yakni: PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Provident Agro Tbk (PALM), dan PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk (SMAR).
Emiten pertambangan
Emiten berikutnya yang berpeluang menimba untung, adalah emiten sektor pertambangan seperti emiten batu bara. Potensi keuntungan kian membesar seiring harga batu bara dunia yang sedang dalam tren kenaikan.
“Kombinasi keduanya akan membuat pertumbuhan pendapatan perusahaan terkait batu bara terus berlanjut di kuartal mendatang,” jelas Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji kepada Fortune Indonesia, Kamis.
Kenaikan kinerja emiten itu bakal didukung oleh pertumbuhan volume produksi dan penjualan, yang diestimasikan akan terus tumbuh sepanjang momentum lonjakan harga batu bara global.
Contoh perusahaan yang bergerak di bidang ini, di antaranya: PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan masih banyak lagi.
Emiten alat berat
Emiten alat berat—bagian dari sektor perindustrian—seperti PT United Tractors Tbk (UNTR) juga menjadi pihak yang mendapat durian runtuh di tengah pelemahan nilai tukar rupiah.
Memang, jika dilihat dari laju harga saham, masih ada tekanan jual. Akan tetapi, masih ada potensi rebound saat volume penjualan mengecil, menurut Ivan Rosanova.
“Terkait dengan pendapatan kontrak tambang dalam dollar AS tentu akan kita nantikan seperti apa laporan keuangan kuartal keduanya,” katanya.
Head of Investment Research Strategist Mirae Asset Sekuritas, Hariyanto Wijaya, sebelumnya memperkirakan margin keuntungan UNTR meningkat berkat pendapatan kontrak penambangan dalam dolar AS.
Secara volume, UNTR membukukan 1,1 juta ton penjualan per Mei 2022. Itu naik 10 persen secara bulanan dan tumbuh 33 persen secara tahunan.