Jakarta, FORTUNE - Sudah jatuh tertimpa tangga. Setelah dua petinggi terkena kasus, kini PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW) terancam ‘dihapus’ (delisting) dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebagai informasi, komisaris utama dan wakil presiden direktur JKSW, Thee Ning Khong dan The Kwen Ie termasuk penunggak pinjaman BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Karena itu, duo taipan itu terus dikejar oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan BLBI.
Saham Sudah Disuspensi 2 Tahun
Menurut keterbukaan informasi di situs BEI, dikutip Rabu (3/11), perdagangan saham JKSW telah disetop sementara sejak 2 Mei 2019. Artinya, hingga awal November ini, masa suspensi saham perseroan sudah memasuki bulan ketiga puluh.
Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEI, Goklas Tambunan, dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan, Irvan Susandy, mengumumkan potensi dihapusnya perseroan dari daftar perusahaan publik. Sebab, periode suspensi itu telah melampaui ketentuan penghapusan saham perusahaan tercatat di bursa.
Ketentuan Penghapusan Saham Perusahaan Publik
Asal tahu saja, BEI dapat menghapus saham perusahaan dari pasar modal dengan dua ketentuan, yakni:
- Perusahaan terbuka mengalami kondisi/peristiwa yang secara signifikan berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha. Baik secara finansial, hukum, maupun terhadap statusnya sebagai perusahaan tercatat. Apalagi bila perseroan tak mampu mengindikasikan pemulihan yang baik.
- Saham perusahaan publik hanya diperdagangkan di pasar negosiasi setidaknya 24 bulan terakhir, akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai.
Kasus Penunggakan Dana BLBI Bos JKSW
22 tahun silam, pemerintah menerbitkan SUN (Surat Utang Negara), lalu dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Di tengah krisis moneter, BI menyalurkannya dalam bentuk likuiditas kepada puluhan bank (obligor). Para perusahaan yang mengalami kesulitan pun menerima pinjaman dari para bank itu, yang kemudian disebut debitur. Akhirnya, himpunan uang itu disebut sebagai dana BLBI.
Mengutip laman Youtube Kementerian Keuangan, Rabu (3/11), menurut Sri Mulyani, penyaluran bantuan itu bertujuan mempertahankan kestabilan sistem keuangan ketika banyak bank yang tutup dan diakuisisi saat itu.