HSBC Proyeksi BI Turunkan Suku Bunga 100 Bps, Dimulai di Q2
Penurunan diproyeksi dilakukan secara bertahap.
Jakarta, FORTUNE - HSBC Global Private Banking memprediksi penurunan Suku Bunga The Fed dimulai pada Juni 2024. Bagaimana dengan Bank Indonesia?
Tak hanya itu, HSBC pun memproyeksikan terjadinya soft landing ekonomi Amerika Serikat (AS), pemulihan pendapatan perusahaan, dan pertumbuhan solid di Asia. Yang akan berdampak terhadap prospek investasi pasar saham dan obligasi di 2024 ini.
"Berinvestasi pada obligasi berkualitas, saham AS dan Asia serta alternatifnya akan menghasilkan beragam sumber keuntungan dan pendapat untuk mengoptimalkan kinerja portofolio dan memitigasi volatilitas pasar," ujar Chief Investment Officer, Asia, Global Private Banking and Wealth, HSBC, Fan Cheuk Wan.
Selain itu, sejalan dengan siklus suku bunga AS yang sudah mencapai puncak dan inflasi domestik yang terkendali, Bank Indonesia diprediksi mulai menurunkan suku bunga di 2024. Dengan perincian: 25 basis poin di kuartal II, 25 basis poin di kuartal III, dan 50 basis poin di kuartal IV.
"Sehingga suku bunga acuan akan turun dari 6 persen menjadi 5 persen di akhir tahun ini," kata Chief Investment Office Southeast Asia, HSBC Private Banking and Wealth Management di acara HSBC Investment Outlook 2024, Kamis (25/1) di Jakarta. "Kami juga memperkirakan rupiah akan tetap stabil di Rp15.400 terhadap dolar AS di akhir 2024."
Potensi Indonesia di 2024: dari segi ekonomi dan pasar saham
Lebih lanjut, HSBC menyoroti sejumlah hal dari pasar Asia, termasuk Indonesia, yakni: akumulasi kekayaan individual yang kuat, ketahanan konsumen kelas menengah, transformasi digital, dan transisi ramah lingkungan. Itu dinilai mampu menyokong pertumbuhan ekonomi secara solid. HSBC sendiri memproyeksikan PDB Indonesia naik 5,2 persen tahun ini, hanya di belakang India yang diprediksi naik 6,0 persen.
Sama seperti teknologi AI yang berperan krusial sejak 2023, HSBC menilai, Asia dan India berprospek baik tahun ini.
"Dengan India dan Indonesia yang menonjol sebagai negara dengan pertumbuhan struktural paling menarik di Asia. Kedua negara itu diuntungkan dari berbagai pendukung seperti diversifikasi rantai pasokan, bangkitnya konsumen kelas menengah, kuatnya arus masuk FDI, dan demografi generasi muda," kata Fan.
Secara lebih detail, James menambahkan, katalis penopang ekonomi Indonesia adalah konsumsi, investasi, dan belanja domestik. Selain itu, Indonesia juga akan merasakan manfaat dari masuknya investasi asing ke sektor kendaraan listrik, sejalan dengan pasokan mineral dan logam yang melimpah.
"Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia dengan perkiraan 21 juta ton atau 22 persen cadangan global," katanya.
Dari segi pasar saham, konsensus pendapatan Indonesia diprediksi akan menguat tahun ini. Valuasinya pun diperdagangkan di bawah rata-rata historis. HSBC sendiri memproyeksikan IHSG menyentuh level 8.020 di akhir 2024.
"Saat ini kami bullish pada saham Indonesia dengan preferensi pada bank-bank dan perusahaan konsumen tertentu," kata James.
Sementara itu, di paruh pertama 2024, jelang proyeksi penurunan suku bunga The Fed pertama, HSBC menyoroti instrumen obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Inggris, serta obligasi peringkat investasi di pasar negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.
"Karena ketika suku bunga mulai turun, maka pengembalian dari pasar ekuitas juga mulai lebih rendah," kata Cheo.
Ia menambahkan, obligasi peringkat investasi BUMN Indonesia masih menjadi pilihan utama HSBC di Asia Tenggara. Itu didukung oleh fundamental negara yang solid, neraca pemerintah yang kuat, dan prospek inflasi yang baik.