MARKET

Pro-Kontra Full Call Auction: BEI dan OJK Kaji Aturan

BEI mengkaji efektivitas dan tujuan tiap regulasi.

Pro-Kontra Full Call Auction: BEI dan OJK Kaji AturanIlustrasi investasi saham (Unsplash/@yiorgosntrahas)
06 June 2024

Fortune Recap

  • OJK menanggapi keluhan investor terkait implementasi PPK Tahap II, memastikan tujuan penerapannya tetap selaras dengan rencana awal.
  • BEI mengkaji penyesuaian kebijakan full call auction, berdasarkan prinsip efektivitas dan tujuan aturan yang diterapkan.
  • Pro-kontra investor muncul setelah PPK Tahap II diterapkan, terutama terkait hilangnya antrean bid dan offer serta harga terkecil sebesar Rp1 bagi emiten yang masuk ke PPK.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi soal keluhan sejumlah investor tentang implementasi kebijakan Papan Pemantauan Khusus (PPK) Tahap II atau Full Periodic Call Auction (Full Call Auction).

“SRO (self-regulatory organization) dan OJK selalu berkoordinasi. Jadi kami sudah meninjau juga. Tapi memang, seperti yang dikatakan, [penerapannya] itu memang langsung SRO [BEI]. Mereka selalu mendengarkan, jika ada masukan akan dipertimbangkan,” kata Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal OJK, Antonius Hari P. M. saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (6/6), setelah pembukaan acara Sharia Investment Week 2024.

Lebih lanjut, timnya mengaku masih akan terus memonitor perkembangan dari implementasi PPK Tahap II. Itu dilakukan guna memastikan tujuan penerapannya tetap selaras dengan rencana awal.

Ia berujar, “Ini tahap terakhir. Kami lihat dulu hasilnya. Memang sekarang timbul dinamika, tapi tujuan kami sebenarnya lebih baik, untuk melindungi investor kecil. Sementara lihat dulu, ini akan sampai seberapa jauh?”

BEI mengkaji penyesuaian kebijakan full call auction

Terkait kabar ini, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik mengatakan bursa sedang mengkaji kebijakan PPK Tahap II. Hal itu sesuai dengan prinsip untuk mengukur efektivitas dan tujuan dari setiap aturan yang bursa terapkan. 

Review sedang berjalan, Kami sama-sama melihat bagaimana hasilnya dan apa penyesuaian yang bisa kami lakukan,” jelasnya saat menemui pers pada Kamis sore. “Pengkajian akan kami lakukan terus-menerus atas seluruh peraturan dan kebijakan.”

Lebih lanjut, seluruh rancangan aturan ataupun penyesuaiannya akan diajukan kepada OJK untuk dimintai persetujuan.

Sebelumnya, BEI mulai menerapkan PPK Tahap II mulai 25 Maret 2024, sebagai kelanjutan dari PPK Tahap I yang berlaku sejak 29 Februari 2023–29 Februari 2024, yang menerapkan skema Hybrid Call Auction alias menggabungkan Full Call Auction dan Continuous Call Auction (CCA).

Selain itu, BEI juga memberikan pemahaman kepada penerbit indeks (index provider), PPK tak serta merta menjadi indikator adanya kondisi negatif dari suatu emiten. Papan itu juga bukan tanda hukuman dari bursa.

“Bukan itu kesan yang disampaikan oleh PPK ini, dan sepertinya mereka dapat memahami itu,” katanya. “Kami tak bicara spesifik satu atau dua saham, tapi kami mendukung seluruh emiten yang potensial di BEI untuk bisa tercatat [di indeks global].”

Adapun, kemarin (5/ 6), saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) sebagai salah satu saham energi besar di Indonesia gagal masuk ke dalam indeks FTSE Large Cap. Hal itu memicu aksi jual pada saham tersebut dan saham-saham energi.

Pro dan kontra di kalangan investor

Setelah penerapan PPK Tahap II, pro-kontra di kalangan investor pun muncul. Petisi digaungkan oleh IndoStocks Traders melalui situs web Change.org di hari yang sama aturan itu berlaku. Bahkan, sejumlah investor yang kontra bahkan mengirimi belasan karangan bunga ke gedung BEI pada Senin (3/6) berisi keluhan tentang kebijakan tersebut.

Di sisi lain, Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto, menjelaskan kritik dari kalangan investor terhadap PPK Tahap II muncul karena sejumlah alasan, yakni: hilangnya antrean bid dan offer, investor yang tak familiar dengan sistem full call auction yang mengandalkan IEV dan IEP, serta harga terkecil sebesar Rp1 bagi emiten yang masuk ke PPK. “Menurut saya [itu semua] adalah penyebab kehebohan [kritik dan saran] ini. Sebab diasumsikan, Rp1 sama seperti kehilangan hampir semuanya,” katanya (23/4).

Ia menilai, dari perspektif investor institusi, skema full call auction adalah hal yang baik. Sebab, walau ada institusi yang bisa melakukan cut loss dan ada yang tidak, likuiditas atau kemudahan melepas saham bersifat krusial. Ibaratnya begini: untuk apa harga Rp50, tapi tak bisa dijual karena tidak ada yang mau membeli?

Bagaimana dengan investor ritel? Menurutnya, likuiditas pun penting bagi ritel. Umpamanya, saat Anda memutuskan bertaruh pada saham IPO, yang kemudian harganya turun ke hingga Rp50. Kemudian, Anda kesulitan menjualnya. “Di aturan lama, memang loss tak bertambah dalam lagi, tapi tak berguna juga kalau tak bisa dijual. Dengan aturan baru, jadi bisa dijual walau di bawah Rp50,” kata Rudiyanto.

Bagi emiten, PPK Tahap II dinilai dapat membantu perusahaan memutar otak agar mengurai penyebab mereka masuk PPK. Entah itu melalui aksi korporasi seperti delisting, penambahan modal, ataupun pembelian kembali saham. Asalkan bisa meningkatkan likuiditas dan membuat mereka lepas dari belenggu notasi X, tanda bahwa saham masuk ke PPK.

“Secara menyeluruh, menurut saya ini kebijakan yang baik. Tinggal sosialisasi perlu lebih gencar dengan contoh kasus yang mudah dipahami dan literasi investor ditingkatkan, sehingga bisa memilih mau spekulasi di saham PPK atau investasi blue chip saja,” katanya lagi. 

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.