Proyek Amonia Biru ESSA: Investasi hingga US$150 Juta
Studi kelayakan proyek amonia biru ESSA masuk fase 2.
Jakarta, FORTUNE - Studi kelayakan proyek amonia biru PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) memasuki fase II. Investasi proyek itu berkisar dari US$100 juta sampai US$150 juta (sekitar Rp1,55 triliun-Rp2,33 triliun).
Menurut Presiden Direktur ESSA Industries Indonesia, Kanishk Laroya, sumber dananya adalah gabungan dari kas internal dan fasilitas keuangan eksternal. Baik itu pinjaman maupun bentuk lainnya. "Itu yang kami sedang kaji," kata Kanishk dalam paparan publik perseroan secara virtual, Rabu (6/12).
Namun, perseroan baru bisa mengetahui biaya investasi final dan detail dari alokasinya setelah studi kelayakan fase 2 selesai. Berdasarkan rencana saat ini, fase itu diproyeksi rampung pada kuartal IV 2024. Karena, perseroan harus memastikan lebih dulu kontraktor yang akan mengerjakan proyek amonia biru itu.
"Setelah itu kami harapkan FID (Final Investment Decision) proyek pada kuartal I 2025," ujarnya lagi.
Selanjutnya, akan ada proses well drilling yang saat ini diperkirakan berlangsung pada kuartal III 2025. Namun, ada juga peluang itu terjadi lebih cepat. "Dengan fase dua kami sudah bisa lebih mengetahui karakteristik reservoir-nya, jadi bisa dibilang di kuartal II atau III 2025 kami bisa lebih tahu drilling dan injection trials," jelasnya.
Perseroan sendiri mengharapkan proyek amonia biru itu bisa selesai pada awal 2027.
Mengapa ESSA masuk ke bisnis amonia biru?
Selain sebagai bagian dari komitmen pada isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), mengapa ESSA memutuskan masuk ke bisnis amonia biru?
Menurut Kanishk, konversi ke amonia biru merupakan salah satu strategi untuk menyokong pertumbuhan perseroan. "Di bisnis komoditas, kami sangat tergantung dengan harga pasar. Buat kami, yang penting untuk pertumbuhan adalah strategi amonia biru saat ini dan meningkatkan kemampuan operasional," jelasnya di kesempatan yang sama.
Pada kuartal III 2023, produksi amonia ESSA mencapai 239.720 metrik ton. Angka itu menurun dari periode serupa pada 2022, yakni 564.552 metrik ton.
Ekspornya sendiri berjumlah 526.983 metrik ton. Dengan harta amonia rata-rata US$738 per metrik ton.
Adapun, pendapatan perseroan selama 9 bulan 2023 terkoreksi 58 persen (YoY) dari US$557,0 juta menjadi US$232,6 juta. Laba bersihnya pun tertekan 91 persen (YoY) menjadi US$9,8 juta, dari US$104,6 juta. Penyebabnya adalah koreksi harga amonia.
Direktur ESSA, Prakash Chand Bumb mengatakan, pendapatan penuh perseroan pada 2023 diproyeksi lebih rendah dari 2022. Namun, pada 2024, perseroan mengharapkan kinerja yang lebih baik, mengingat di kuartal IV 2023, harga amonia mulai membaik dibandingkan tiga kuartal sebelumnya.
"Kami ekspektasi di kisaran US$400-US$430 dolar per ton harga amonia di kuartal IV 2023," kata Prakash di kesempatan serupa.