Fortune Recap
- IPCC mencatatkan laba bersih Rp80,7 miliar pada paruh pertama 2024, naik 2,3% dari periode serupa tahun sebelumnya.
- Laba per saham dasar IPP juga naik 2,3%, meskipun pendapatan operasi IPCC menurun tipis 1,8% (YoY).
- IPCC menangani impor mobil listrik BYD sebanyak 2.301 unit pada Juni lalu dan memperkirakan peningkatan impor kendaraan pada pertengahan tahun ini.
Jakarta, FORTUNE - Emiten entitas anak Pelindo, PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) mencatatkan laba bersih senilai Rp80,7 miliar pada paruh pertama 2024, naik hampir 2,3 persen (YoY) dari Rp78,9 miliar pada periode serupa pada 2023.
Sejalan dengan kenaikan itu, laba per saham dasar IPP pun naik 2,3 persen (YoY) dari Rp43,4 menjadi Rp44,4.
Pendapatan operasi IPCC menurun tipis 1,8 persen (YoY) dari hampir Rp367,0 miliar pada enam bulan awal 2023, menjadi Rp360,3 miliar pada periode yang sama di tahun ini.
Secara bersamaan, beban pokok pendapatan IPCC melejit hampir 15,4 persen (YoY) dari Rp194,2 miliar menjadi Rp224,1 miliar selama periode tersebut. Namun, beban keuangan serta beban pajak penghasilan kini perseroan sama-sama menurun masing-masing sebesar 50,2 persen (YoY) dan 9,7 persen (YoY) menjadi Rp15,6 miliar dan Rp23,4 miliar.
Seiring dengan pengumuman kinerja itu, saham IPCC meningkat 2,2 persen ke harga Rp700 pada akhir perdagangan sesi I, Senin (22/7).
Menangani impor mobil listrik BYD
Belum lama ini, IPCC mengumumkan telah menangani impor mobil listrik milik raksasa Cina, BYD, sebanyak 2.301 unit pada Juni lalu. Angka itu bertumbuh 15 kali lipat dibandingkan dengan pengiriman pada Desember 2023, yakni 154 unit. Menurut Direktur Operasi dan Teknik IPCC, Bagus Dwipoyono, sejak Januari 2023 sampai sekarang, IPCC menangani impor 2.479 unit CBU (completely built up) milik BYD.
Adapun, IPCC sendiri sudah melayani empat model mobil BYD yang akan mengaspal di Indonesia, yakni: BYD Seal, Atto3, Dolphin, dan Yangwang U8.
"Kami memperkirakan kegiatan impor dan ekspor kendaraan pada pertengahan tahun ini akan mengalami peningkatan terutama pada mobil listrik utamanya merek dari Cina yang belum memiliki pabrik di Indonesia. Terlebih, BYD baru mendapatkan rekomendasi perizinan impor dari pemerintah sebanyak kurang lebih 20% dari total kapasitas produksi (CBU) mereka," jelas Bagus dalam keterangannya.
Apalagi, kapasitas produksi BYD tak main-main, mencapai 150.000 unit per tahun. Artinya, potensi impor kendaraannya berkisar antara 15.000-30.000 unit per tahun.
Guna mengantisipasi kenaikan permintaan, IPCC mengoptimalkan layanan bongkar muat kendaraan terintegraasinya. Pada pertengahan 2024 ini misalnya, perseroan sedang menyiapkan sistem digital (PTOS-C) terintegrasi, yang bersinergi dengan anak usaha Pelindo lainnya: ILCS.
Targetnya, IPCC akan melakukan soft launching sistem itu pada semester II 2024 guna menyambut puncak impor dan ekspor kendaraan, yang diprediksi berlangsung pada Oktober 2024.