Jakarta, FORTUNE – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut sertifikasi Batikmark pada produk batik bisa jadi solusi efektif untuk mengatasi masalah peredaran kain batik tiruan yang marak di pasaran.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi, mengatakan bahwa solusi ini akan menguntungkan, baik bagi para pengrajin batik asli, penjual, maupun konsumen.
“Konsumen akan mendapatkan manfaat dan kualitas yang baik dengan membeli batik asli, sementara industri batik akan memeroleh keunggulan lebih besar karena meningkatkan nilai produk batik dan mendapatkan kepercayaan dari konsumen,” ujarnya dalam keterangan di laman resmi Kemenperin, Kamis (19/12).
Menurutnya, dengan menerapkan batikmark pada produk batik, utilisasi subsektor industri tekstil ini akan terus meningkat, hingga akhirnya dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional termasuk menjadi sarana technical barrier bagi produk impor tiruan batik yang tidak memenuhi standar.
Andi optimis bahwa industri batik nasional masih berpeluang menguasai pasar dalam negeri, meski realisasi ekspor industri batik selama semester I tahun 2024 terkontraksi 8,29 persen jika dibandingkan pada periode yang sama 2023.
“Pada semester I-2024, industri batik telah menyumbangkan kontribusinya pada capian ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, dengan nilai menyentuh angka USD8,33 juta atau setara Rp127 miliar (asumsi kurs Rp15.255 per dolar AS),” kata Andi.
Persyaratan
Melalui Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Yogyakarta, satuan kerja di bawah BSKJI Kemenperin, hingga November 2024 sudah menerbitkan 530 sertifikat batikmark baik dari jenis batik tulis, cap maupun kombinasi tulis dan cap, yang diberikan kepada pelaku industri batik nusantara.
Kepala BBSPJIKB Yogyakarta, Budi Setiawan, mengatakan bahwa untuk mendapatkan sertifikat ini sebenarnya cukup mudah. “Hanya perlu menyiapkan KTP, NPWP, NIB dan sertifikat atau bukti pendaftaran merek. Penerapan batikmark oleh pelaku industri batik ini masih bersifat sukarela. Namun kami mendorong industri batik untuk bisa mengimplementasikan batikmark pada produk batiknya,” ujarnya.
Dalam Keputusan Dirjen PHU Nomor 366 Tahun 2023, pelaku industri batik harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang memenuhi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 13134 (Industri Batik), untuk bisa mendapatkan izin produksi batik.
Selain itu, pelaku industri harus punya standardisasi bahan baku dan teknologi proses produksi; sudah punya atau dalam proses sertifikasi batikmark; memiliki atau dalam proses sertifikasi halal; punya workshop produksi; dan bukti kemampuan produksi batik cap.