Ini Penyebab Lesunya Ekspor Pakaian dan Batik Indonesia
Produk impor hantam industri pakaian jadi dan batik.
Fortune Recap
- Ekspor sektor ini mengalami kontraksi berkelanjutan, terutama pada kuartal II-2024.
- Gelontoran produk impor menjadi penyebab melemahnya industri pakaian jadi, termasuk batik.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan bahwa 2024 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Industri Tekstil dan Pakaian jadi nasional.
Permintaan yang melemah pada pasar ekspor menyebabkan kontraksi berkelanjutan pada kinerja ekspor sektor ini, terutama pada kuartal II-2024.
"Ekspor industri tekstil dan pakaian jadi pada kuartal kedua 2024 mengalami penurunan berturut-turut, yaitu sebesar 5,56 persen dan 4,12 persen year-on-year dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu," kata Agus dalam acara Peringatan Hari Batik Nasional 2024 di Jakarta, Rabu (2/10).
Tidak hanya itu, Agus menyebut ekspor industri batik juga mengalami kontraksi sebesar 8,29 persen jika dibandingkan dengan 2023.
Selain itu, Agus juga menyebutkan gelontoran produk impor juga menjadi salah satu penyebab melemahnya industri pakaian jadi, termasuk industri batik.
Dia menyoroti murahnya harga batik impor dari luar negeri, yang membuat industri dalam negeri kesulitan bersaing.
"Produk-produk batik itu sama dengan produk-produk tekstil lainnya. Yang dihadapi adalah produk impor yang legal maupun secara ilegal. Sulit untuk produk tekstil kita, termasuk batik, untuk berdaya saing dengan mereka kalau kita lihat harga," kata Agus.
Dia menekankan pentingnya industri tekstil dan pakaian jadi bagi perekonomian nasional, dengan kontribusi sebesar 5,72 persen terhadap PDB Industri Pengolahan Non-Migas pada kuartal II-2024. Meskipun kinerja ekspor sektor ini menurun, nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi tetap mencapai US$1,77 miliar, sementara ekspor industri batik menyumbang US$ 8,33 juta.
"Namun, angka US$8,33 juta ini masih jauh dari optimal. Masih banyak peluang yang bisa kita manfaatkan, terutama bagi UMKM untuk mengisi pasar ekspor batik," ujarnya.
Pengembangan batik di Indonesia
Di sisi lain, Agus juga menyambut baik meningkatnya minat generasi muda dalam menggunakan batik untuk aktivitas sehari-hari. Tren ini memberikan harapan bagi pertumbuhan industri batik di pasar domestik, yang menurutnya harus dimaksimalkan demi kesejahteraan para perajin batik.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kemenperin terus berupaya mengembangkan industri batik melalui berbagai program.
Pada peringatan Hari Batik Nasional tahun ini, Kemenperin bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI) dan mitra lainnya untuk melaksanakan sejumlah program, seperti diskusi kelompok terarah (FGD), pengembangan wirausaha baru, pendampingan indikasi geografis (IG), serta bantuan teknis produksi dan penyediaan mesin dan peralatan bagi para pembatik.
“Tahun ini, kami fokus pada batik tulis Gedog Tuban yang sepenuhnya diproduksi di Tuban dan memiliki potensi ekonomi yang besar bagi perekonomian setempat,” kata Agus.
Pada kesempatan yang sama, Agus menyarankan kepada para pelaku industri batik untuk segera bertransformasi menuju Industri 4.0.
Pada 2024, Kementerian Perindustrian telah menyusun buku "Batik Berkelanjutan: Rantai Pasok Industri 4.0" yang dapat menjadi acuan bagi industri batik.