Krisis Soft Skill: 1 dari 4 Eksekutif Tolak Lulusan Gen Z

Diperlukan program magang berbasis teknologi dan pelatihan.

Krisis Soft Skill: 1 dari 4 Eksekutif Tolak Lulusan Gen Z
Ilustrasi pekerja melakukan peregangan di kantor. (Unsplash/Vitaly Gariev)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pekerja pemula dianggap tidak cukup siap memasuki dunia kerja, demikian hasil laporan terbaru General Assembly, penyedia pendidikan teknologi. Laporan itu mengungkapkan bahwa hanya 48 persen pekerja dan 12 persen eksekutif tingkat menengah yang percaya bahwa pekerja pemula saat ini memiliki kesiapan kerja yang memadai.

Masalah utama terletak pada kurangnya soft skill seperti komunikasi, kolaborasi, dan adaptabilitas. “Alur perekrutan pekerja pemula rusak. Perusahaan harus memikirkan ulang cara mereka merekrut, melatih, dan mengenalkan karyawan baru," ujar Jourdan Hathaway, Kepala Bisnis General Assembly, mengutip Fortune.com (26/11).

Hathaway menambahkan, program magang berbasis teknologi dan pelatihan keterampilan dapat memberikan pengalaman kerja nyata, sehingga pekerja baru bisa membangun soft skill sekaligus keterampilan teknis.

Kesiapan kerja minim

Survei terhadap 1.180 pekerja di AS dan Inggris, serta 393 eksekutif tingkat VP atau direktur, menunjukkan hampir satu dari empat eksekutif menolak merekrut pekerja pemula saat ini. Bahkan, 23 persen dari semua karyawan—termasuk sepertiga baby boomer—menyatakan hal serupa.

Bahkan pekerja Gen Z sendiri mengakui kekurangan tersebut. Sebanyak 40 persen dari mereka mengatakan bahwa minimnya soft skill menjadi hambatan utama dalam kemajuan karier. Selain itu, baik pekerja maupun eksekutif sepakat bahwa keterampilan teknis dan sikap kerja yang tepat juga sangat dibutuhkan.

Namun, kondisi ini tidak sepenuhnya salah pekerja muda. Pandemi telah menghambat kesempatan mereka untuk magang atau mendapatkan pembimbingan profesional secara langsung.

Sementara itu, satu dari tiga eksekutif dan karyawan mengkritik kurangnya pelatihan yang memadai untuk pekerja baru. Ironisnya, hampir separuh perusahaan yang menyediakan anggaran pelatihan melaporkan bahwa program tersebut jarang dimanfaatkan, kemungkinan karena kurangnya motivasi atau kesadaran.

Meski ada AI, soft skill tetap penting

Laporan General Assembly menegaskan bahwa di tengah era digital, keterampilan manusia tetap krusial. Temuan serupa dari Pearson dan Deloitte menunjukkan bahwa komunikasi, kolaborasi, dan kepemimpinan masih menjadi keterampilan paling dihargai.

“Perusahaan yang mengabaikan kemampuan manusia seperti berpikir divergen dan kelincahan emosional dapat menghambat inovasi,” tulis Anthony Stephan, Kepala Pembelajaran Deloitte.

General Assembly juga menggarisbawahi perlunya perubahan sistem. “Orang jelas membutuhkan lebih banyak dukungan untuk memasuki dunia kerja dan sukses. Kita tidak bisa mengharapkan individu menutup kesenjangan keterampilan ini sendirian,” kata Lupe Colangelo, Direktur Keterlibatan Alumni General Assembly.

Magazine

SEE MORE>
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024

Most Popular

50 Ucapan dan Kata-kata Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
10 Dekorasi Natal Termahal di Dunia, Tembus 238 Miliar!
6 Kado Natal Termahal untuk Hadiah yang Berkesan
Jadwal Libur Bank Indonesia Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Ini Syarat dan Harganya
Target KUR 2025 Jadi Rp300 T, Bidik Jutaan Debitur Baru