Jakarta, FORTUNE – Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, menegaskan bahwa presiden terpilih, Prabowo Subianto, tidak akan secara tiba-tiba menambah utang negara.
Hashim, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat Kadin Indonesia, menekankan bahwa kebijakan terkait utang di bawah pemerintahan Prabowo akan diambil dengan hati-hati.
"Pak Prabowo tidak akan menambah utang nasional kita secara mendadak. Tidak akan ada kenaikan yang drastis," kata Hashim saat diskusi ekonomi di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10).
Ia juga menyebut bahwa Indonesia patut berbangga karena rasio utang nasional saat ini masih berada di bawah 40 persen dari produk domestik bruto (PDB), sebuah pencapaian yang diakui sebagai hasil dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Hashim membandingkan situasi Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia, yang rasio utangnya mencapai 61 persen dari PDB, Filipina 57 persen, dan Thailand 54 persen.
"Ini prestasi dari Pak Jokowi dan Ibu Sri Mulyani, karena utang nasional kita sangat rendah," ujarnya.
Hashim menjelaskan bahwa Indonesia saat ini berada dalam kondisi under-leverage, artinya negara masih memiliki ruang untuk menambah utang karena batas maksimal yang ditetapkan undang-undang adalah 60 persen dari PDB.
Rencana Prabowo ke depan adalah menutup kebocoran anggaran untuk meningkatkan pendapatan negara, sehingga penambahan utang bisa dilakukan secara bertahap, sekitar 1-2 persen per tahun.
"Tidak benar kalau kita akan menambah utang nasional secara tiba-tiba. Penambahan itu akan dilakukan secara perlahan dan bertahap," ujarnya.
Tidak akan merevisi batas utang Indonesia
Ia juga menegaskan bahwa pengelolaan utang di bawah Prabowo akan dilakukan dengan penuh kehati-hatian, dan hal ini perlu dikomunikasikan kepada pihak internasional.
Namun, Hashim menyebutkan bahwa pemerintahan Prabowo mungkin akan sedikit lebih agresif dalam mengambil langkah untuk memastikan janji-janji kampanye dapat terpenuhi.
"Kita mungkin akan sedikit lebih agresif agar janji-janji itu bisa terealisasi," ujarnya.
Rasio utang juga tidak akan dikerek di atas ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen dari PDB. Ia juga tegas menyatakan tidak akan ada revisi soal aturan tersebut.
"Tegas, tidak (tidak akan ada revisi)" ujarnya.
Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah mencapai Rp8.262,10 triliun di akhir Maret 2024. Posisi utang itu menurun dibandingkan dengan posisi pada Februari 2024 yang mencapai Rp8.319,2 triliun.
Dalam rancangan awal APBN 2025, atau APBN saat mulai beroperasinya pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, selain defisit pada APBN yang dirancang berkisar antara 2,45-2,82 persen dari PDB, rasio utang dirancang sedikit naik dari kondisi saat ini, yakni pada kisaran 37,98 persen hingga 38,71 persen.