Jakarta, FORTUNE - Rencana pemerintah menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) mulai semester kedua 2025 menuai komentar dari kalangan pengusaha.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, menilai kebijakan tersebut dapat meningkatkan harga jual produk minuman. Meski kebijakan itu bertujuan mendukung kesehatan masyarakat, khususnya dalam pengendalian konsumsi gula, Shinta menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan kebijakan yang hati-hati agar tidak memberikan dampak negatif pada dunia usaha, terutama industri Makanan Dan Minuman.
"Kebijakan cukai pada produk tertentu, seperti MBDK, berdampak langsung pada struktur biaya, harga jual, dan daya saing produk di pasar,” kata Shinta kepada Fortune Indonesia (15/1).
Produsen minuman harus mereformulasi produk
Apindo mengusulkan pemerintah memberikan masa transisi yang cukup bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan baru ini.
Menurut Shinta, produsen membutuhkan waktu melakukan reformulasi produk sesuai regulasi baru. Proses ini memerlukan tahapan yang tidak singkat, sehingga ruang adaptasi yang memadai menjadi sangat penting.
“Apindo berharap aturan turunan kebijakan ini dirancang dengan mempertimbangkan kondisi pelaku usaha agar tidak mengganggu keberlanjutan bisnis, baik di industri besar maupun skala kecil dan menengah,” kata Shinta.
Wacana penerapan Cukai MBDK semakin nyata dengan jadwal implementasi pada semester kedua 2025. Namun, sejumlah pihak, termasuk Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, mengatakan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mengatur kadar gula akan lebih efektif.
Putu menjelaskan SNI menetapkan batas kadar gula yang harus dipatuhi oleh semua produsen. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenai sanksi pidana, sehingga memberikan kepastian lebih dibandingkan kebijakan cukai yang hanya berlaku untuk produk tertentu.
Gapmmi harap kebijakan MBDK dibatalkan
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, juga melontarkan harapannya agar pemerintah membatalkan rencana penerapan cukai MBDK.
Menurutnya, langkah ini kurang tepat dalam mengatasi penyakit tidak menular. Sebagai alternatif, Gapmmi mengusulkan kerja sama dengan pemerintah untuk mengedukasi konsumen tentang bahaya konsumsi gula berlebih.
“Kami sudah menjelaskan ke pemerintah bahwa MBDK itu tidak tepat untuk mengatasi NCD, non-communicable disease," kata Adhi.
Dia mengatakan pengenaan cukai ini berpotensi meningkatkan harga produk secara signifikan, hingga mencapai 30 persen, yang dapat membawa dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Sebelum menerapkan kebijakan cukai, pemerintah seharusnya memprioritaskan edukasi kepada masyarakat terkait konsumsi gula. Edukasi ini dinilai lebih efektif dalam mengurangi konsumsi gula daripada hanya mengandalkan instrumen fiskal seperti cukai.
"Jangan sekadar ambil jalan pintas untuk langsung mengurangi penggunaan gula dengan jalan cukai yang ujungnya mengganggu perekonomian," ujar Adhi.