RPP Kesehatan Ancam Industri Kreatif, Ini Kata Kemenparekraf
Andil produk tembakau di industri kreatif triliunan rupiah.
Jakarta, FORTUNE – Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU No. 17/2023 tentang Kesehatan, khususnya soal pembatasan iklan dan promosi produk tembakau, disebut berpeluang mengancam keberlangsungan industri kreatif.
Direktur Industri Kreatif Kemenparekraf, Syaifullah Agam, menyebut subsektor ekonomi kreatif yang terancam adanya aturan ini di antaranya adalah periklanan dan pertunjukan. “Jangan sampai ketika kita melarang atau membatasi, akan memberikan efek yang lebih buruk kepada industri yang lain. Menurut saya, perlu dipikirkan lagi, ajak ngobrol semua stakeholder, (untuk) mencari jalan tengahnya,” katanya dalam diskusi, Selasa (21/11).
Menurutnya, regulator perlu melihat dampak turunan dari aturan dari berbagai sisi, kendati tujuan aturan ini untuk meminimalisir konsumsi produk tembakau demi kesehatan masyarakat. Dengan demikian, penerapan regulasi ini nantinya bisa diterima oleh semua pihak.
Kontribusi
Senada dengan Agam, Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Janoe Arianto, mengatakan bahwa larangan dan pengetatan untuk produk tembakau yang tertuang dalam RPP Kesehatan bisa berdampak negatif. Aturan ini sedikitnya bisa berdampak di empat sektor, yaitu industri kreatif terutama periklanan, sektor ritel, petani tembakau, dan tentunya industri tembakau.
Menurutnya, produk tembakau adalah komoditas legal yang memiliki hak untuk berkomunikasi memasarkan produknya dengan target konsumen dewasa, sehingga pelarangan total iklan dan turunannya untuk produk tembakau tidak hanya menghambat industri tembakau. "Tetapi juga industri periklanan dan media kreatif, yang sebetulnya perlu banyak dukungan dari publik,” kata Janoe.
Data DPI menunjukkan, iklan produk tembakau berkontribusi sebesar 50 persen dari pendapatan penyelenggara media luar ruang. Diperkirakan, dengan penerapan pembatasan dan pelarangan iklan produk tembakau, pendapatan ini akan berkurang setengahnya.
Sedangkan, iklan produk tembakau di industri kreatif dan penyiaran bernilai kurang lebih Rp9 triliun, masuk dalam 10 besar kontributor belanja iklan pada media di Indonesia. Sementara, kontribusi iklan produk tembakau terhadap media digital mencapai 20 persen dari total pendapatan media digital di Indonesia, dengan nilai mencapai ratusan miliar Rupiah per tahunnya.
Dengan pembatasan ini, artinya penerimaan yang diperoleh industri kreatif diperkirakan akan turun 9-10 persen, dan akan berdampak besar pada penyerapan tenaga kerja, serta pendapatan di dalam industri kreatif.
Aturan memberatkan
Janoe mengatakan, setidaknya ada tiga pasal yang dapat memberatkan para pelaku industri kreatif. Pertama, soal penyempitan waktu siaran iklan produk tembakau di televisi, yang semula 21.30-05.00, nantinya jadi pukul 23.00-03.00.
Berikutnya, larangan total terhadap semua aktivitas iklan dan promosi produk tembakau di media elektronik dan luar ruangan, termasuk larangan sponsor produk tembakau untuk konser, terlepas dari pembatasan umur penonton.
“Dan (ketiga), rencana larangan peliputan serta publikasi tanggung jawab sosial (CSR) dari perusahaan produk tembakau di RPP Kesehatan,” ujar Janoe dalam diskusi tersebut.
Belum ada penggantinya
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), Emil Mahyudin, berharap agar larangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau dalam RPP Kesehatan dikaji ulang, mengingat dukungan industri tembakau terhadap berbagai acara dan pertunjukkan cukup signifikan.
”Produk tembakau rerata mendukung 30 persen dari total alokasi anggaran satu pagelaran. Sebuah pagelaran musik berskala besar juga menyerap jumlah pekerja yang besar, yaitu sekitar 3.000 tenaga kerja,” kata Emil dalam keterangannya.
Padahal, pasca pandemi Covid-19, industri pertunjukkan dan acara besar baru pulih dan kembali marak. Industri tembakau merupakan salah satu sponsor terbesar pada kegiatan ini, usai lama vakum akibat pandemi.
Emil mendukung penuh upaya mengurangi paparan produk tembakau dan rokok elektronik pada anak-anak, namun hal ini sendiri sudah terakomodir dalam aturan batasan usia pada berbagai event dan pertunjukkan yang mengusung produk tembakau sebagai sponsor.
“Belum ada solusi penggantinya (sponsor produk tembakau) dari Kementerian Kesehatan maupun Pemerintah untuk membantu kami terus melanjutkan usaha,” ujarnya.