NEWS

Bawa Pekerja Kembali WFO, Perusahaan Mulai Pakai Cara Lintas Sektor

Perusahaan bisa libatkan psikolog sampai antropolog.

Bawa Pekerja Kembali WFO, Perusahaan Mulai Pakai Cara Lintas SektorIlustrasi isolasi mandiri saat pandemi. (Pixabay/mohamed_hassan)
27 June 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Banyak Perusahaan saat ini memutar ‘otak’ hingga lintas sektor, untuk mendorong para Pekerjanya kembali melakukan work from office (WFO) atau bekerja di Kantor, setelah pandemi Covid-19 menghadirkan inovasi bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) yang dinilai efektif dan efisien.

Melansir Fortune.com, banyak pemimpin perusahaan menginginkan pekerjanya kembali bekerja, setidaknya dalam model hibrida, namun mereka menghadapi penolakan dari karyawan yang sudah terbiasa dengan fleksibilitas.

CEO Work Dynamics, Neil Murray, mengatakan bahwa unit yang dipimpinnya di grup layanan real estat Jones Lang LaSalle (JLL) sampai memikirkan banyak hal, mulai dari keberlanjutan suatu ruangan hingga interaksi pekerja dengan ruangan. “Sosiolog, psikolog, antropolog. Anda mendapat masukan, dan setiap orang memiliki pendapat yang sedikit berbeda,” katanya kepada Fortune.com, seperti dikutip Kamis (27/6).

Dunia usaha kini perlu mempertimbangkan bagaimana ruang kantor mereka dapat memberikan manfaat bagi karyawan. “Anda benar-benar mengubah paradigma tersebut dan berpikir, 'Mengapa saya membutuhkan ruang jika saya dapat menjalankan bisnis saya secara virtual? Apa tujuannya?’ Kemudian Anda memerlukan masukan dari berbagai orang untuk mencoba dan memikirkan tentang psikologi tentang apa yang akan membuat orang nyaman,” ujar Murray.

Laporan baru dari JLL, ‘The Future of Real Estate’, menunjukkan temuan bahwa perusahaan kemungkinan akan lebih fokus pada dampak sosial dari ruang, dan memprioritaskan “kesehatan, keramahtamahan, dan hiburan,” kata para penulis laporan tersebut.

Namun ini tidak berarti penambahan ruang kerja yang menarik, seperti pusat kebugaran dan bioskop jadi solusi meningkatkan kehadiran di kantor.

Kembali karena orang lain

Murray mengungkapkan, unitnya sudah menguji setiap fasilitas yang mungkin dapat menarik pekerja kembali ke kantor, termasuk makan siang gratis atau mesin kopi. Namun, tidak ada yang bisa jadi solusi dan berhasil. “Fasilitas yang paling menarik untuk membawa orang kembali adalah orang lain,” ujarnya.

Dengan demikian, cara menciptakan ruangan yang bisa menyatukan berbagai generasi yang bekerja di dalamnya, bisa menjadi sebuah solusi. Perbedaan psikologis antara pekerja Gen Z dan rekan kerja mereka yang lebih tua pun muncul sebagai salah satu faktor di balik evaluasi ulang ruang kantor yang dilakukan.

Dilema

JLL menemukan, perusahaan yang mencoba menerapkan pendekatan kaku terkait waktu masuk kantor, justru tidak banyak yang berhasil membuat para pekerja jadi mau masuk kantor sesuai aturan.

“Perusahaan yang mencoba mewajibkan karyawan masuk kantor tiga hari, menghasilkan kehadiran karyawan yang sama saja dengan perusahaan yang tidak mewajibkan hal ini. Karyawan pun akhirnya hanya masuk kurang dari tiga hari,” ujar Murray.

Tetapi, solusi ini pun memunculkan sebuah tantangan baru, karena ternyata para karyawan yang masuk dengan model hibrida berpotensi tidak akan memiliki ruangan sendiri, karena dalam situasi ini, biasanya perusahaan tidak bisa menyediakan ruangan yang cukup bagi jumlah keseluruhan banyak karyawannya.

Maka, perusahaan akan kembali menyediakan ruang kerja bagi para karyawannya. Hal ini menjadi solusi agar tidak lagi ada ‘rebutan’ meja kerja. “Ini berkaitan dengan gagasan bahwa setiap orang bergerak menuju keadaan yang tidak ditugaskan, ‘di mana ruang 'saya' di sana, dan di mana kepribadian yang Anda miliki?”

Related Topics