Negara G7 Wacanakan Larangan Impor Emas dari Rusia, Siapa Saja ?
Ekspor emas adalah salah satu sumber pendapatan utama Rusia.
Jakarta, FORTUNE – Sejumlah negara G7 akan segera memberlakukan pelarangan impor emas dari Rusia. Aksi ini dipelopori oleh empat negara, yakni Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, dan Inggris.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengatakan langkah ini adalah bagian dari upaya memperketat sanksi terhadap Rusia. “Langkah-langkah yang kami umumkan hari ini akan langsung menghantam oligarki Rusia dan menyerang jantung mesin perang Putin,” katanya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (26/6).
Lebih lanjut, Boris menegaskan, larangan ini berlaku untuk emas yang baru ditambang dan dimurnikan, namun tidak berpengaruh pada emas asal Rusia yang sudah diekspor sebelumnya. “Kita perlu membuat rezim Putin kelaparan dalam pendanaannya. Inggris dan sekutu kita melakukan hal itu,” katanya.
Akibat sanksi baru ini, pasar emas batangan London dikabarkan telah menangguhkan enam kilang Rusia yang diumumkan pada 7 Maret. Pemerintah Inggris pun mengungkapkan ekspor emas Rusia bernilai 12,6 miliar poundsterling–senilai US$15,46 miliar atau Rp228,86 triliun–pada tahun lalu.
Seperti diketahui, ekspor emas merupakan salah satu sumber pendapatan utama Rusia dalam berbagai transaksi dengan sistem keuangan global. Orang kaya Rusia, nbelum lama ini membeli emas batangan untuk mengurangi dampak keuangan akibat sanksi negara Barat. Oleh sebab itu, pelarangan ini bisa menjadi pukulan keras bagi perekonomian Rusia.
Dukungan Amerika Serikat
Sementara itu, Presiden AS, Jow Biden, mengatakan bahwa larangan ini akan diumumkan selama perhelatan konferensi tingkat tinggi (KTT) negara-negara terkaya dunia G7 di Munich, Jerman. Niat ini semakin diperkuat setelah Rusia baru saja melancarkan serangan berikutnya ke ibu kota Ukraina, Kyiv, pada Minggu (26/6).
“Bersama-sama, G7 akan mengumumkan bahwa kami akan melarang impor emas Rusia, ekspor utama yang menghasilkan puluhan miliar dolar untuk Rusia,” kata Presiden Joe Biden, di hadapan para pemimpin G7 di Pegunungan Alpen Bavaria, seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (26/6).
Permintaan dari Ukraina
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, meminta negara-negara G7 untuk menanggapi serangan terbaru Rusia ke Ukraina. Hal ini disertai dengan permintaan untuk menyediakan lebih banyak lagi senjata berat ke Ukraina.
“(Bocah) ini 7 tahun. Bocah Ukraina ini tidur nyenyak di Kyiv sampai rudal jelajah Rusia meledakkan rumahnya. Lebih banyak lagi daerah di Ukraina yang terkena serangan. KTT G7 harus merespons dengan lebih banyak sanksi terhadap Rusia dan lebih banyak senjata berat untuk Ukraina. Imperialisme gila Rusia harus dipatahkan,” kata Kuleba dalam unggahan Twitter-nya, (26/6).
Ramai-ramai menghukum Rusia
Menurut Al Jazeera, sanksi ekspor emas terhadap Rusia dipuji sebagai salah satu pencapaian KTT G7 dan kemungkinan akan terus berlanjut. Tetapi, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian negara masing-masing, para pemimpin G7 kemungkinan tidak akan menambah sanksi tambahan lainnya, seperti impor gas dari Rusia ke Eropa.
Adapun sesi pertama KTT G7 dimulai pada hari Minggu, berfokus pada ekonomi global, yang dipandang sangat mengkhawatirkan. Konflik Rusia-Ukraina telah mendorong terjadinya kenaikan harga pangan dan energi, serta menimbulkan inflasi di banyak negara lainnya.
Negara-negara Barat juga sudah memberlakukan sanksi luas terhadap Rusia dengan target sektor keuangannya, termasuk membekukan aset bank sentral Rusia untuk memblokir akses ke cadangan mata uang asing.
Para pemimpin Uni Eropa sepakat, pada awal bulan Juni, untuk memotong 90 persen impor minyak dari Rusia pada akhir tahun ini. Hal ini berarti memotong sumber pendanaan penting untuk Rusia.