NEWS

BRIN Ungkap Peluang Kratom Jadi Tanaman Komoditas

Sejumlah lembaga pemerintah punya pandangan beda soal Kratom

BRIN Ungkap Peluang Kratom Jadi Tanaman KomoditasIlustrasi: daun kratom yang sudah diekstraksi menjadi kapsul. (Dok. 123RF)
12 July 2024

Jakarta, FORTUNE – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan peluang tanaman Kratom dijadikan Komoditas perdagangan.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, mengatakan bahwa hal ini disebabkan potensi Kratom yang bisa dimanfaatkan sebagai obat maupun bahan baku obat. Apalagi, Kratom merupakan salah satu tanaman endemik di Indonesia.

“BRIN telah melakukan kajian secara intensif sejak akhir 2022 sampai saat ini, baik dari sisi efeknya terhadap manusia pengonsumsi maupun potensi untuk terapi kecanduan narkoba atau sebagai obat kanker dan lainnya,” ujar Laksana kepada Fortune Indonesia, Jumat (12/7). “Ini yang menjadi atasan utama Presiden saat Ratas terakhir.”

Terkait  kontroversi legalitas Kratom, Laksana menyatakan BRIN akan mengikuti regulasi yang berlaku, sesuai kajian ke pihak berotoritas, seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Saat ini, sesuai dengan standar WHO juga, Kratom belum masuk dalam kategori psikotropika. Selanjutnya, seluruh pihak harus merujuk pada penetapan Kemenkes sebagai otoritas untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak terkait,” katanya.

Kontroversi

Kromotom menjadi isu hangat beberapa hari terakhir, diikuti berbagai kontroversinya di tengah masyarakat. Hal ini mengemuka, ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan potensi pembudidayaan Kratom sebagai tanaman komoditas ekspor, di tengah penurunan harga yang cukup drastis.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengatakan saat ini harga Kratom di pasar global turun menyentuh US$2-5 dari yang sebelumnya US$30.

“Mungkin kita budidayakan ke depan supaya nilai ekonomisnya, kualitasnya, dan seterusnya bisa meningkat karena harga sekarang ini turun drastis karena banyak faktor: kualitasnya, kemudian distribusinya, dan seterusnya,” katanya, Kamis (20/6).

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), sejak 2019-2022 nilai ekspor Kratom selalu mengalami pertumbuhan dengan tren hingga 15,92 persen per tahun. Sementara di periode Januari-Mei 2023, nilai ekspor Kratom Indonesia tumbuh 52,04 persen menjadi US$7,33 juta, dengan volume yang juga tumbuh 51,49 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2022.

Pelarangan

Wacana menjadikan kromotom sebaai komoditas perdagangan tidak serta merta berjalan mulus, seiring adanya pelarangan dari Badan Narkotika Nasional (BNN), yang menyebut mengandung senyawa yang berbahaya bagi kesehatan.

Pada dosis rendah kratom disebut mempunyai efek stimulan, sementara dosis tinggi dapat memiliki efek sedatif-narkotika.

Kepala BNN, Komjen Pol Marthinus Hukom, meminta masyarakat untuk tak mengonsumsi Kratom, kecuali digunakan untuk penelitian. "Kratom memiliki efek samping yang berbahaya bagi tubuh, terlebih jika digunakan dengan dosis tinggi," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (21/6).

Diketahui, BNN sejak 2019 sudah mengampanyekan agar Kratom masuk dalam narkotika golongan I. Sikap BNN ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Kepala BNN Nomor B/3985/X/KA/PL.02/2019/BNN tahun 2019, yang ditandatangani oleh Kepala BNN periode 2018-2020, Heru Winarko.

Meski begitu, dalam sebuah acara diskusi (10/7), Koordinator Kelompok Ahli BNN. Komjen Pol (purn) Ahwil Luthan, menjelaskan bahwa alasan Kratom belum dilegalkan di Indonesia adalah karena belum ada persetujuan dari FDA (Food and Drug Administration), sebagai organisasi yang punya otoritas global dalam mengatur regulasi obat-obatan.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.