Direct Licensing, Solusi Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu
Pembayaran royalti selama ini tidak dilakukan dengan baik.
Jakarta, FORTUNE – Direct Licensing disebut bisa jadi solusi pembayaran Royalti bagi para pencipta Lagu yang memiliki total pendapatan Rp900 juta dalam setahun, meski potensi pendapatan sebenarnya bisa mencapai Rp4 triliun.
Pada 2023, ada sekitar 3.000 lebih event–termasuk musik–yang menyumbang perputaran ekonomi senilai total Rp160 triliun.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, mengatakan permasalahan ini harus dikaji dan ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan pro dan kontra di kalangan pegiat ekonomi kreatif musik.
“Ini (penyelesaian) dimungkinkan dengan proses perizinan satu pintu berbasis digitalisasi (Online Single Submission), sehingga nanti bisa didaftarkan lagu yang dimainkan dan langsung dibayarkan royaltinya,” ujarnya dalam Weekly Brief, Senin (15/1).
Sandiaga juga menyatakan bahwa pihaknya akan berusaha memberikan perlindungan terbaik bagi para pelaku ekonomi kreatif, khususnya para pencipta lagu, terkait hak kekayaan intelektual yang patut mereka dapatkan, baik dari segi ekonomi maupun moral.
Direktur Musik, Film, dan Animasi, Kemenparekraf, Muhammad Amin, menambahkan Kemenparekraf akan menindaklanjuti dengan pembuatan policy brief untuk mengatasi masalah pembayaran hak cipta bagi para komposer. “Bukan untuk mengganti peraturan yang ada, namun menambahkan opsi direct licensing di dalam peraturan tersebut,” katanya.
Direct Licensing
Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia Bersatu (AKS1 Bersatu), Satriyo Yudi Wahono atau yang dikenal dengan Piyu Padi, mengatakan Direct Licensing bisa dilakukan dengan memanfaatkan platform digital yang terintegrasi dengan sistem perizinan satu pintu di pemerintah atau OSS.
“Ketika satu Event Organizer akan membuat satu acara, dia akan masuk ke OSS satu pintu, lalu memasukkan informasi acara, kapan, di mana, termasuk lisensi dari para pencipta lagu, dan dia akan mendapatkan perizinan jika sudah mendapatkan sertifikat. Jadi, harus membayar dulu,” kata Piyu.
Menurutnya, cara ini bisa menjadi satu alternatif yang ditawarkan oleh para pencipta lagu yang tergabung dalam AKS1 Bersatu, dalam rangka memperjuangkan hak moral dan ekonomi mereka yang tak sesuai mereka dapatkan selama ini. “Padahal, hak cipta bisa jadi fidusia (dialihkan kepemilikannya sementara sebagai jaminan atas pengajuan pinjaman atau pembiayaan),” ujarnya.
Dibayarkan oleh penyelenggara dan sponsor
Wakil ketua AKS1 Bersatu, Rieka Roslan, menambahkan diperlukan edukasi lebih lanjut mengenai ketentuan hak ekonomi atau royalti atas para pencipta lagu yang seharusnya dibayarkan oleh penyelenggara acara musik dan para sponsor. “Bukan oleh penyanyi, dan ini seringkali dibenturkan dengan kami (pencipta lagu),” katanya.
Rieka menganalogikan pembayaran royalti seharusnya bisa seperti riders atau daftar kebutuhan para artis dan kru pribadinya saat tampil dalam sebuah acara.
Ia pun mengingatkan, musisi atau pencipta lagi tidak sekedar hobi melainkan sebuah profesi dan sumber pendapatan masyarakat bertahan hidup.