Pengamat: Ekonomi Hijau Bisa Tekan Korupsi di Sektor Ekstraktif
Ekonomi hijau juga berdampak positif pada ekonomi nasional.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebut Ekonomi Hijau bisa jadi solusi untuk menekan kasus Korupsi di Indonesia, terutama di sektor ekstraktif–seperti pertambangan–yang memang rentan praktik korupsi.
Bhima mengatakan, bukan rahasia jika sektor pertambangan banyak terdapat laporan soal perizinan atau kasus suap. “Kita perlu membenahi ini, sehingga ketika transisi, tata kelola dari sisi energi dan ekonomi menjadi lebih baik,” ujarnya dalam acara ‘Launching Policy Brief’ Greenpeace Indonesia dan Celios, Selasa (19/12).
Selain itu, transisi menuju ekonomi hijau juga bisa menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah sebagai salah satu indikator kenaikan angka koprupsi. Menurutnya, ekonomi yang bertumpu pada sektor ekstraktif bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi.
“Praktik ekonomi ekstraktif itu menciptakan ketimpangan, karena uang dari hasil tambang mengalir ke Jakarta. Sementara masyarakat lokal, meski makin banyak pabrik, kemiskinannya juga makin tinggi,” kata Bhima.
Ekonomi nasional
Bhima mengatakan, praktik ekonomi hijau bisa mendorong partisipasi yang lebih terbuka dalam kerangka tata kelola yang baik dan lebih terkendali. Dengan demikian, ekonomi Indonesia bisa lebih terlindungi dari berbagai gejolak yang tidak terprediksi. “Untuk melindungi ekonomi Indonesia naik turun tanpa diprediksi, itu bisa dijawab dengan transisi energi yang lebih baik,” katanya.
Tak hanya itu, dampak ekonomi hijau mampu melampaui dampak dari ekonomi ekstraktif, termasuk pada produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan kajian yang dilakukan Celios, ekonomi hijau diperkirakan bisa memberikan kontribusi sebesar 14,3 persen terhadap PDB pada 2024.
Untuk itu, Bhima menyarankan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perlu mencantumkan target spesifik soal transisi energi, seperti target penurunan emisi dan jumlah lapangan pekerjaan yang bisa diciptakan dari fiskal yang mendorong ekonomi hijau. Salah satunya, melalui paket stimulus ekonomi, seperti pembiayaan fiskal dan moneter yang bisa mempercepat transisi.
Jadi lebih baik
Di luar permasalahan korupsi, Bhima mengatakan ekonomi hijau bisa menggiring berbagai sektor usaha yang menerapkan model ini sehingga dapat berkontribusi lebih besar terhadap surplus pendapatan nasional. “Kalau bergeser ke sektor yang lebih bersih, seperti ekonomi sirkular dan transisi energi, keuntungan bagi pengusaha bisa mencapai Rp1.517 triliun,” ujarnya.
Menurutnya, sejumlah sektor yang merasakan dampak signifikan dari transisi ekonomi hijau, antara lain pertanian, kehutanan, dan perikanan; industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas; konstruksi; serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
Ia berharap para pengusaha bisa mendorong orientasi bisnisnya kea rah yang lebih hijau, seperti menerapkan standar Enviromental, Social, and Governance (ESG) yang lebih baik. “Kalau pengusaha tidak mendukung transisi ke ekonomi hijau dan tetap menggunakan energi fosil, mereka akan kehilangan surplus usaha yang sangat besar,” kata Bhima.