Isu Perdagangan Manusia Bakal Jadi Pembahasan di KTT ASEAN 2023
Sering terjadi lewat penipuan berbasis teknologi informasi.
Jakarta, FORTUNE – Isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) akan jadi salah satu topik pembahasan penting dalam pertemuan sesi pleno KTT ke-42 ASEAN 2023, yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo pada 9-11 Mei 2023.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan maraknya isu perdagangan manusia yang juga mendera Warga Negara Indonesia (WNI) beberapa waktu terakhir, membuat pemerintah berinisiatif mendorong upaya penguatan bersama memberantas tindak kejahatan tersebut, dalam lingkup regional ASEAN.
“Inisiatif Indonesia sebagai wujud upaya regional dalam penanganan TPPO akan dibahas dan dituangkan dalam ASEAN Leaders' Declaration on Combating TIP Caused by Abuse of Technology," kata Teuku dalam keterangan yang dikutip di laman resmi Kementerian Luar Negeri, Selasa (2/5).
Hal ini memerlukan perhatian yang serius dan mendalam dan intens, mengingat kasus TPPO yang semakin banyak dan sering terjadi seiirng penipuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Masalah kompleks
TPPO adalah masalah yang cukup kompleks, sehingga perlu upaya penanganan regional secara kolektif. Hal ini bisa dimulai dari tahapan deteksi, pencegahan, pelindungan, pemulangan, rehabilitasi sampai mengatasi akar permasalahan.
Oleh karena itu, topik ini menurut Teuku sangat penting untuk dibahas dalam kesempatan KTT ASEAN mendatang, dengan Indonesia yang menyandang ketua. kapasitas para penegak hukum negara anggota ASEAN perlu diperkuat dalam melakukan investigasi, pengumpulan bukti, identifikasi korban dan prosekusi.
“Diperlukan juga penguatan kerja sama untuk pencegahan, rehabilitasi serta reintegrasi para korban,” katanya.
Kasus yang terjadi
Kasus TPPO bukan baru sekali menimpa WNI dan terjadi dalam lingkup regional ASEAN. Pada pertengahan 2022, sejumlah WNI terjebak dan menjadi korban TPPO di salah satu perusahaan judi online di Kamboja. Hal ini berawal dari penipuan tawaran bekerja di luar negeri dengan iming-iming bayaran tinggi.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di laman resminya memaparkan, permasalahan dimulai saat perusahaan mulai mengubah pekerjaan yang semula game slot pindah menjadi scammer yang tidak pernah tertulis pada surat kontrak yang diberikan sebelumnya.
Tidak sesuai perjanjian awal, para korban diminta mencari target untuuk ditipu melalui akun sosial media. Ketika mereka sudah dapat target sasaran, para korban terus dirayu hingga tertarik menyetorkan deposit.
SBMI menerima aduan dari 20 WNI yang jadi korban TPPO dan dikirim ke Myanmar. Kedua puluh korban ditipu dengan diberangkatkan secara unprosedural ke Myanmar melalui jalur air dari Bangkok, Thailand secara bertahap. Para korban mengaku sesampainya di Bangkok dikawal dua orang untuk sampai ke perbatasan Thailand dan Myanmar, lalu dikawal kembali oleh dua orang bersenjata dan berseragam militer.
Awalnya, menurut SBMI, para korban ditawari pekerjaan sebagai operator komputer bergaji Rp8-10 juta per bulan, dengan 12 jam kerja, mendapat makan, bahkan fasilitas tinggal gratis. Namun, ternyata korban ditempatkan di lokasi yang jauh dari layak, dipaksa bekerja dari jam 8 malam sampai jam 1 siang, untuk mencari kontak-kontak sasaran untuk ditipu melalui website atau aplikasi Crypto sesuai dengan target perusahaan.
Apabila tidak dilakukan, para korban mendapatkan hukuman kekerasan fisik seperti push-up 50 sampai 200 kali, lari 5 sampai 20 kali lapangan, squat jump 50 sampai 200 kali hingga hukuman pemukulan dan penyetruman.
Direktur PWNI, Judha mengatakan, Pemerintah sudah menerima kasus aduan dan tengah menindaklanjutinya. Namun, saat ini Myanmar masih dalam kondisi perang saudara, sehingga banyak tantangan dalam menindaklanjuti kasus.