Ungkap Alasan Impor 2 Juta Ton Beras, Jokowi: Untuk Hadapi El Nino
Jangan sampai Indonesia kekurangan beras di masa paceklik.
Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, impor beras beras sebanyak 2 juta ton yang dilakukan pemerintah sebagai cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog, merupakan upaya mengatasi potensi kemarau panjang akibat badai El Nino tahun ini.
Dengan ketersediaan CBP, Indonesia diharapkan bisa mengantisipasi kekurangan stok beras saat musim kemarau panjang tiba. "Jangan sampai nanti pas sudah musim kering panjang kita bingung mau beli beras ke Thailand, ke Vietnam, ke India, ke Pakistan barangnya tidak ada. Ini yang kita hindari, karena El Nino tidak hanya di Indonesia saja, di negara-negara itu juga terjadi," katanya seperti dikutip dari laman Setkab, Kamis (6/4).
Padahal, pemerintah seharusnya hanya mengatur volume CBP mencapai 1,2 juta ton. Namun, dengan kebutuhan yang cukup mendesak menjelang musim paceklik, volume CBP itu pun dilebihkan 800.000 ton.
Stok CBP yang disimpan Bulog diketahui hanya tersisa 227 ribu ton dan dikhawatirkan jumlahnya tak mencukupi pada musim paceklik. Jumlah ini dianggap berbahaya karena sejumlah penugasan Bulog yang dengan kebutuhan stok beras yang cukup tinggi. Belum lagi, Bulog tengah mengalami kesulitan menyerap beras dari petani, karena harus bersaing dengan swasta, termasuk dengan adanya praktik penimbunan.
Tak ganggu harga gabah petani
Kendati demikian, Jokowi memastikan keputusan impor beras ini tak akan mengganggu harga gabah petani. “Tadi sudah disampaikan oleh Pak Henry Saragih (Serikat Petani Indonesia/SPI) dan datangnya juga bertahap,” ujarnya.
Pengadaan beras tersebut menurutnya akan dilakukan secara bertahap, sesuai penugasan Badan Pangan Nasional kepada Bulog 24 Maret 2023. Meski tetap memprioritaskan penyerapan beras domestik di masa panen raya hinggi Mei mendatang, pada tahap pertama impor beras ini ditargetkan mencapai 500.000 ton.
Peningkatan sektor pertanian
Jokowi juga mengatakan, saat ini harga gabah di tingkat petani cukup baik. “Harga gabah petani Rp5.700, padahal tahun lalu hanya Rp4.000-Rp4.200,” katanya.
Menurutnya, hal ini adalah salah satu hasil dari inovasi petani, salah satunya melalui pemanfaatan pupuk organik, terutama di saat pasokan pupuk sangat minim bagi semua negara, pasca terjadinya perang Rusia-Ukraina.
Penggunaan pupuk organik, kata Jokowi, perlu diterapkan di berbagai daerah lantaran lebih efisien. Jika sebelumnya biaya pupuk bisa mencapai 5-6 juta rupah per hektar, kini hanya sekitar 100-500 ribu saja per hektarnya. “Ini akan banyak mengurangi biaya yang harus dikeluarkan petani dan tidak ketergantungan pada industri pupuk kimia,” katanya. “Yang kedua, juga memperbaiki lingkungan.”